KPK VS POLRI

WNI di Australia Tagih Nawa Cita Jokowi Soal Korupsi

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Senin, 02 Feb 2015 08:19 WIB
Warga Indonesia di Australia menyebut, kepentingan oligarki partai politik pengusung Presiden Jokowi telah melemahkan KPK dengan melakukan kriminalisasi.
Ilustrasi. Warga Indonesia di Australia menyebut, kepentingan oligarki partai politik pengusung Presiden Jokowi telah melemahkan KPK dengan melakukan kriminalisasi. (CNN Indonesia/Fajrian)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jaringan Mahasiswa dan Masyarakat Anti Korupsi di Sidney, Australia, menagih janji Nawa Cita Presiden Joko Widodo untuk memberantas korupsi dan menegakan hukum. Mereka menilai, kepentingan oligarki partai sarat dalam pencalonan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kapolri dan kriminalisasi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kami mendesak Presiden menarik kembali pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri dan mengganti dengan kandidat yang memiliki rekam rejak bersih dan berkomitmen pada pemberantasan korupsi," ujar Koordinator Jaringan Dhimas Utomo, ketika dikonfirmasi CNN Indonesia, Ahad petang (2/2).

Dalam Nawa Cita, Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla telah berjanji menolak segala bentuk sikap yang melemahkan negara dengan mereformasi sistem pemerintahan. "Presiden berjanji melakukan penguatan mekanisme penegakan hukum dalam korupsi melalui perilaku terpuji dan dapat diandalkan," kata Dhimas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Dhimas, Presiden Jokowi sebagai panglima tertinggi dalam TNI dan Polri seharusnya mereformasi lembaga negara tersebut menjadi lebih kuat, lebih profesional, dan terlepas dari kepentingan oligarki.

Selain itu, Jokowi juga dituntut untuk mengambil sikap untuk menyelamatkan lembaga antirasuah dari segala bentuk kriminaliasi dan pelemahan institusi. "Keduanya dilakukan dalam rentang waktu pendek dan panjang," ujarnya.

Dhimas menyebut, kepentingan elite politik dan oligarki telah melemahkan KPK dalam bentuk kriminalisasi komisioner lembaga penegak hukum tersebut. Penyalahgunaaan wewenang dianggap telah dilakukan Polri. "Ini adalah bukti langsung balas dendam polisi pada aksi KPK yang menetapkan tersangka Komjen Budi Gunawan," katanya.

Kepentingan oligarki, lanjut Dhimas, nampak ketika Jokowi merekomendasikan kandidat tunggal Kapolri yang telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK. "Itu bertolak belakang dengan janji Nawa Cita. Hal ini menunjukkan Presiden sekarang dikendalikan oleh kepentingan oligarki politik dengan maksud mencengkram dan mengakumulasikan kesejahteraan dan kekuasaan," tuturnya.

Dhimas menilai, di balik penyerangan terhadap KPK ada elite partai politik yang mengusung Jokowi yaitu PDI Perjuangan dan Partai NasDem. "Mereka mendesak Jokowi untuk melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri dan secara terbuka menyerang KPK. Oligarki demikian juga nampak pada pengaruh Polri untuk menopang kepentingan mereka dan mengkriminalisasi pimpinan KPK," katanya.

Potensi pelemahan KPK juga dinilai terlihat dalam upaya revisi UU KPK, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Padahal, korupsi merupakam kejahatan luar biasa yang harus diatasi oleh lembaga independen.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, polemik antara KPK-Polri terlihat sejak Jokowi mengajukan Budi Gunawan sebagai calon Kapolri pada 9 Januari lalu. KPK menyoroti rekam jejak Budi yang selanjutnya menetapkan ajudan mantan Presiden Megawati Soekarnoputri itu sebagai tersangka pada 13 Januari.

Selanjutnya, berturut-turut, keempat pimpinan KPK dilaporkan ke Mabes Polri atas dugaan melakukan tindak pidana dan pelanggaran etik. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto bahkan ditangkap dan dibawa ke Bareskrim Polri pada Jumat pagi, 23 Januari. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER