Jakarta, CNN Indonesia -- Sidang perdana praperadilan yang diajukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi, pada Senin (9/2), ditunda hingga pekan depan lantaran pihak termohon tak hadir. Menanggapi penundaan itu, Sekretaris Presiden mengungkapkan hingga saat belum ada reaksi dan arahan dari Presiden Joko Widodo terkait persoalan tersebut.
"Sampai hari ini belum ada perubahan atau belum ada arahan dari Presiden," ujar dia di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (2/2).
Meski disadari bahwa penundaan persidangan bakal berdampak kepada semakin berlarutnya proses hukum dan penyelesaian masalah kedua lembaga penegak hukum itu, Andi mengaku belum bisa berkomentar. "Nanti kami pelajari lagi. Tapi saya belum bertemu Presiden setelah ada penundaan itu," kata dia.
Menurut Andi, hanya hakim yang bisa memutuskan soal penentuan apakah seseorang ditetapkan sebagai tersangka atau tidak dalam praperadilan. "Ya hakimnya yang harus putuskan soal itu," ujar dia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ihwal nama calon Kapolri baru untuk menggantikan Budi jika memang diperlukan, Andi menungkapkan, Presiden akan mengambil nama-nama sesuai yang diusulkan oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Nama-nama tersebut bisa saja yang berpangkat dua atau tiga.
"Kalau itu harus dilakukan, Presiden menunggu usulan namanya dari Kompolnas sesuai dengan ketentuan yang ada di kepolisian," kata dia.
Sebelumnya,
Hakim tunggal Sarpin Rizaldi memutuskan untuk menunda persidangan perdana gugatan praperadilan yang diajukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan terhadap keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi, yang menetapkannya menjadi tersangka perkara rekening gendut. Menurut hakim, ketidakhadiran pihak termohon yakni KPK membuat hakim harus menunda sidang hingga Senin pekan depan.
"Termohon tidak hadir meskipun PN sudah melakukan pemanggilan, seperti saudara lihat sampai jam segini termohon tidak hadir. Oleh karena itu pengadilan menunda sidang ini untuk mengundang kembali KPK. Sidang akan dilanjutkan senin depan, 9 februari 2015," kata Sarpin menengaskan di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
(sip)