Jakarta, CNN Indonesia -- Diterimanya RUU Pengesahan Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia dengan Papua Nugini dan Indonesia dengan Republik Sosialis Vietnam oleh Komisi I DPR membuka peluang ekstradisi dapat segera dilakukan terhadap salah satu buronan skandal cessie Bank Bali, Joko Tjandra.
Menteri Hukum dan HAM, Yassona Laoly, mengatakan bahwa salah satu tujuan pemerintah dalam pengajuan RUU tersebut adalah untuk membawa kembali buronan korupsi ke Indonesia.
"Konsentrasi (pemerintah) termasuk kepada Joko Tjandra. Kalau bisa disahkan, tindaklanjutnya kemudian diserahkan pada Kejaksaan Agung. Itu sudah menjadi target kita," jelas Laoly ketika ditemui di Kompleks Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (2/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengajuan RUU pengesahan perjanjian ekstradisi oleh Pemerintah diakui Laoly tidak hanya untuk menangkap Joko Tjandra yang sudah berada di Papua Nugini sejak 2009 silam. Menurutnya, keberadaan para buronan yang berada di dua negara tetangga itu juga menjadi dasar dari pengajuan RUU tersebut kepada lembaga legislatif nasional.
"Sekarang ada Joko Tjandra, namun bisa juga ada buronan yang lain. Banyak teman-teman dari OPM (yang melarikan diri) misalnya. Samadikun Hartono juga di Vietnam," ujar Laoly menambahkan.
Joko hingga saat ini diketahui masih berada di Papua Nugini sejak kabur dari Indonesia enam tahun silam.
Ia merupakan salah satu terpidana dalam skandal cessie Bank Bali yang telah diberikan hukuman dua tahun penjara. Naas, sebelum sempat dihukum Joko sudah lebih dahulu meninggalkan Indonesia menuju ibukota Papua Nugini, Port Moresby, 2009 lalu.
Selain Joko, salah satu koruptor buronan yang berada di luar negeri adalah Samadikun Hartono.
Ia telah divonis empat tahun penjara oleh Mahkamah Agung atas kasus penyalahgunaan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar Rp 169,4 miliar pada 2003 silam. Kabar yang beredar saat ini Samadikun berada di Vietnam, dimana ia juga terdata memiliki sebuah pabrik film di negara tersebut.
(pit/pit)