Jakarta, CNN Indonesia -- Nursyahbani Katjasungkana, kuasa hukum Wakil Ketua Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto, menilai surat pemanggilan yang dilayangkan kepada kliennya cacat hukum. Kecacatan tersebut terlihat dari perbedaan antara surat penggilan tersebut dengan surat penangkapan pada 23 Januari.
"Pak Bambang memenuhi panggilan pertama meskipun surat panggilan itu cacat hukum," kata Nursyahbani saat mendampingi Bambang di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (3/2).
Saat bertolak dari Gedung KPK menuju Kantor Bareskrim Polri, Bambang menyampaikan bahwa kedatangannya memenuhi panggilan penyidik merupakan bukti dirinya taat hukum. Sebagai penegak hukum, Bambang memberikan contoh untuk menaati proses hukum yang sedang berjalan, meskipun ditemukan sejumlah persoalan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya akan datang dan menunjukkan kelasnya bahwa seorang penegak hukum akan taat pada hukum," ujar Bambang.
Dalam surat penangkapan, sangkaan terhadap Bambang hanya tertulis Pasal 242 KUHP. Namun pasal tersebut berubah menjadi Pasal 242 ayat 1 KUHP dalam surat panggilan pemeriksaan.
"Perubahan yang sejak awal kami permasalahkan pada polisi karena tidak jelas Pasal 242 KUHP ayat berapa yang disangkakan," kata Nursyahbani.
Menurut Nursyahbani, sebenarnya tidak ada alasan untuk Bambang memenuhi panggilan ini karena kejanggalan tersebut.
Bambang dilaporkan ke Bareskrim Polri pada 19 Januari lalu. Empat hari berselang, penyidik Polri menjemput dan menangkap Bambang. Informasi penangkapan tersebut sempat dibantah oleh Pelaksana Tugas (Plt) Kapolri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti lewat Deputi Pencegahan KPK Johan Budi Sapto Pribowo.
Namun lewat Kepala Divis Humas Polri Inspektur Jenderal Ronny Franky Sompie, Polri memastikan bahwa Bambang ditetapkan sebagai tersangka karena diduga memerintah orang lain memberi kesaksian palsu dalam sidang sengketa pilkada di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, tahun 2010.
Penetapan tersangka atas Bambang terjadi setelah KPK menetapkan calon tunggal Kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka pada 13 Januari.
(rdk)