Macet Jakarta, Kecemasan 15 Tahun Lalu yang Jadi Kenyataan

Basuki Rahmat N | CNN Indonesia
Kamis, 05 Feb 2015 14:14 WIB
Jauh sebelum 2014 dan 2015 ini, Jakarta sebagai metropolitan sudah dibayangkan bakal menjadi sebuah kota yang “gagal”.
Kendaraan saat terjebak kemacetan di Jalan Rasuna Said Jakarta, Rabu (10/12). Pemprov DKI Jakarta akan memberlakukannya tarif pajak progresif mulai Januari 2015 guna meningkatkan pendapatan pajak kendaraan bermotor hingga Rp 1,8 triliun serta mengurangi kepemilikan kendaraan pribadi untuk mengatasi macet. ANTARA FOTO/Wahyu Putro
Jakarta, CNN Indonesia -- Jauh sebelum 2014 dan 2015 ini, Jakarta sebagai metropolitan sudah dibayangkan bakal menjadi sebuah kota yang “gagal”. Kegagalan yang dimaksud tak lain adalah kemacetan yang luar biasa. Prediksi Japan International Cooperation Agency (JICA) pada 2000 silam bahwa lalu lintas Jakarta pada 2014 akan macet total, bukan hanya tepat.

Lebih dari itu, perkiraan dari Lembaga Kerja Sama Internasional Jepang tersebut pada kenyataannya jauh lebih “menyeramkan”. Kemacetan tak hanya terjadi di ruas-ruas jalan raya ibu kota tapi sudah menyebar merata ke jalanan-jalanan kawasan pemukiman di pinggiran Jakarta.

Bahkan fenomena stagnasi lalu lintas sudah begitu kentara sejak 2005 lalu. Ibarat air satu ember yang dituang ke dalam satu cangkir, tentunya tak mampu menampung volume air yang jumlahnya sangat jauh lebih banyak. Luberan air pun tak terelakkan. Pun begitu dengan jumlah kendaraan di Jakarta yang sangat tak sebanding dengan lebar dan panjangnya jalanan yang ada.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rasio jalan dengan luas wilayah dan jumlah kendaraan tak berbanding lurus. Idealnya, menurut pengamat masalah perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, perbandingan panjang jalan dengan wilayah yaitu di atas 10 persen. Namun pada kenyataannya hanya 7 persen.

“Panjang jalannya segitu-gitu saja, sementara jumlah kendaraan setiap saat bertambah, dan luas wilayahnya juga tetap segitu,” ujar Yayat kepada CNN Indonesia, Kamis (5/2).

Pengajar planologi di Universitas Trisakti ini menyebut rata-rata kecepatan kendaraan untuk bisa melaju di jalanan Jakarta hanya 20 kilometer per jam. Bahkan di jam-jam tertentu kecepatan cuma bisa ditempuh kurang dari 10 kilometer per jam. Bahkan kerap kali roda kendaraan tak bergerak sedikitpun selama bermenit-menit. Jarak yang hanya 3 kilometer saking macetnya harus ditempuh hingga satu jam.

“Parahnya kemacetan ini hingga menyebabkan lalu lintas Jakarta lumpuh sudah diprediksikan oleh JICA sejak tahun 2000 dan sudah diantisipasi juga oleh pemerintah namun masih jauh dari berhasil,” tutur Yayat.

MRT Sebagai Revolusi Transportasi

Mega proyek Mass Rapid Transit yang sudah belasan tahun digagas akhirnya pada 2014 lalu baru bisa diwujudkan pengerjaannya. Proyek raksasa berbasis rel yang rencananya akan membentang kurang lebih 110,8 kilometer ini bakal menjadi solusi jitu mengurai kemacetan ibu kota.

“Ini memang proyek revolusi transportasi publik yang akan membawa perubahan besar di Jakarta,” kata Yayat.

Namun Yayat mengingatkan, MRT yang pembangunannya menelan dana hingga puluhan triliun rupiah itu harus diimbangi dengan penyediaan sarana dan prasana penunjang yang terintergrasi.

“Harus diintegrasikan dengan moda-moda lain, harus ada feeder yang bagus sebagai pengumpan untuk naik MRT,” ujar Yayat.

Tidak hanya itu, dia menambahkan, pedestriannya juga harus disiapkan dengan sangat baik. “Nggak kebayang kan ribuan orang pas turun dari MRT kalau pedestriannya tidak siap,” tutur Yayat.

(obs/obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER