Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut terdakwa korupsi pengadaan armada bus TransJakarta dan peremajaan bus angkutan umum reguler tahun 2013, Drajad Adhyaksa, dengan hukuman 10 tahun penjara. Menurut jaksa, Sekretaris Dinas Perhubungan Jakarta tersebut terbukti bersalah dan melakukan korupsi.
"Kami memohon majelis menghukum terdakwa pidana penjara 10 tahun dan denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan," ujar Jaksa Agustinus Heri saat membacakan berkas tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (5/2). Menurut jaksa, Drajad sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tidak melakukan tugasnya dengan baik.
Menanggapi tuntutan tersebut, Drajad mengatakan pihaknya akan mengajukan pembelaan pada sidang pekan depan. "Mudah-mudahan dalam pembelaan yang dilakukan lebih memberikan masukan pada majelis hakim," kata Drajad usai sidang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih jauh, Drajad membantah tuduhan telah menikmati duit panas proyek tersebut. "Yang jelas sudah berusaha melaksanakan tugas semaksimal mungkin. Saya bertanggungjawab terhadap yang ditugaskan kepada saya. Saya tidak korupsi, tidak ada aliran dana ke saya," ucapnya.
Sementara itu, dalam kasus yang sama, Ketua Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Bidang Pekerjaan Konstruksi I Dinas Perhubungan DKI Jakarta Setyo Tuhu dituntut sembilan tahun penjara.
"Kami jaksa menuntut agar majelis hakim Pengadilan Tipikor memutuskan untuk menghukum Setyo Tuhu dengan pidana penjara sembilan tahun dan denda Rp 150 juta subsider enam bulan kurungan," ujar Jaksa Kejaksaan Agung Negeri Jakarta Pusat Erny Veronica Maramba di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (5/2). Menanggapi tuntan jaksa, Setyo akan mengajukan pledoi atau keberatan pada pekan selanjutnya.
Merujuk berkas tuntutan, dalam pengerjaan proyek baik dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan, Drajad tidak melaksanakannya. Perencanaan justru dilakukan oleh pihak kain yakni personil dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan alasan dilakukan secara swakelola.
Drajad dan Setyo dinilai lalai menunjuk perusahaan penggarap proyek yang menawarkan harga penegerjaan lebih tinggi. Selain itu, terdapat perubahan spesifikasi teknis dari bus yang dibeli.
Dalam pelelangan empat paket proyek, keduanya memenangkan empat perusahaan yang tidak memenuhi kualifikasi. Keempat perusahaan tersebut adalah PT Korindo Motors, PT Mobilindo Armada Cemerlang, PT Ifani Dewi, dan PT Mekar Armada Jaya. Masing-Masing perusahaan menjadi perusahaan kemitraan. Namun, perusahan tersebut tidak memiliki kemampuan dasar seusai dengan pekerjaan yang dilelangkan.
Tindakan tersebut dianggap bertentangan dengan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 juncto Perpres Nomor 35 Tahun 2011 juncto Perpres Nomor 70 Tahun 2012. Dalam peraturan tersebut, penyedia barang atau jasa dalam pelaksanaannya wajib memenuhi persyaratan memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis, dan manjerial untuk menyediakan barang atau jasa.
Selain itu, Setyo juga dinilai telah mengubah, menambah, atau mengganti dokumen pengadaan setelah batas akhir pemasukan penawaran dengan cara menambahkan Tanda Pendaftaran Tipe (TPT) dan persyaratan keagenan dari Kementerian Perindustrian. Tindakan tersebut menyebabkan gugurnya perusahaan penawar harga terendah yang seharusnya memenangkan tender, PT Putriasi Utama Sari.
Namun, dalam praktiknya, empat perusahaan pemenang tender tidak menyediakan bus sesuai spesifikasi teknis dan menyebabkan kerugian negara Rp 54 miliar.
Jaksa menilai semua bus tidak memenuhi persyaratan berat total kendaraan dan tidak memenuhi beban ganda maksimal. Selain itu, semua bus merek Yutong dan Ankai Single tidak dilengkapi dengan
side impact bar untuk melindungi tabung gas dari benturan arah samping bus.
Sedangkan dalam proses pengawasan, Drajad didakwa telah memberi dukungan bukti surat progres pengawasan untuk proses pembayaran jasa konsultan pengawas kepada delapan perusahaan. Padahal pengerjaan baru rampung sejumlah empat dari 14 paket yang direncanakan.
Keduanya dituntut melanggat Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 KUHPidana.
(pit/pit)