Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Narkotika Nasional tidak mampu menahan kejengkelan mereka terhadap kelakuan terpidana mati kasus narkoba, Sylvester Obiekwe alias Mustofa. Meskipun tinggal menunggu eksekusi mati, pria asal Nigeria tersebut ternyata masih mengendalikan peredaran sabu dari dalam penjara.
“Di dalam penjara dia bukannya tobat, malah menjadi penjahat kelas kelas kakap,” kata Kepala Bagian Humas BNN, Komisaris Besar Slamet Pribadi di Jakarta, kemarin.
Tak cuma sekali, selama dalam penjara di Pulau Nusa Kambangan, Mustofa sudah empat kali melakukan kejahaatan narkoba. “Mustofa sudah melakukan empat kejahatan berat narkotika dan harusnya di eksekusi mati empat kali,” ujar Slamet.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aksi pertama Mustofa dilakukannya pada Januari lalu. ia diketahui mengendalikan seorang kurir bernama Dewi. Perempuan ini ditangkap 25 Januari lalu di area parkir motor sebuah hotel yang berada di kawasan Jakarta Pusat. Ia tertangkap tangan karena membawa sabu seberat 1,794 kilogram.
Pada hari yang sama BNN juga menggeledah kontrakan Dewi di Kemayoran, Jakarta Pusat. Slamet menuturkan, langkah tersebut berbuah barang bukti sabu seberat 7,6 kilogram. BNN menemukan barang haram tersebut di dalam kardus.
“Di kardus itu juga terdapat 56 plastik isi sabu berukuran sedang dan sebuah tas kain berisi dua bungkus sabu,” kata Slamet.
Gerah pada kelakuan Mustofa, Senin (2/2) pekan kemarin, Kepala BNN Anang Iskandar menemui Jaksa Agung M Prasetyo. Anang meminta Prasetyo memasukkan nama Mustofa ke dalam daftar eksekusi mati jilid dua tahun 2015.
“Iya, (saya dia ingin dieksekusi). Tadi saya sudah lapor ke Jaksa Agung," kata Anang selepas bertemu Prasetyo.
Menanggapi permintaan Anang, Prasetyo menuturkan, lembaganya akan menunggu jawaban Presiden Joko Widodo atas permintaan grasi Mustofa. “Kalau grasi sudah keluar, kenapa tidak,” ujarnya singkat.
Ternyata grasi Mutofa pun ditolak. Jumlah terpidana mati yang akan mengakhiri hidup di depan regu tembak bulan ini genap 12 orang.
(sur/sip)