Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mengaku siap apabila Nusakambangan menjadi lokasi eksekusi mati gelombang II untuk terpidana mati dua anggota "Bali Nine".
Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Handoyo Sudrajat mengatakan kesiapannya lantaran eksekusi mati bukanlah yang pertama kali digelar di Nusakambangan.
"Kalau lokasi dari Kejaksaan Agung yang menentukan tapi kami siap posisinya (kalau di Nusakambangan). Sudah pernah mengalami jadi lebih siap," ujar Handoyo kepada CNN Indonesia, Senin petang (2/2). Tak ada persiapan khusus yang akan digelar oleh pihak kementerian sebagai tuan rumah jika eksekusi di gelar di pulau tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Senada dengan Handoyo, Kasubag Humas Direktorat Jenderal Lembaga Pemasyarakatan Akbar Hadi menjelaskan situasi Nusakambangan dinilai paling kondusif dibandingkan dengan lokasi lainnya. "Artinya, dari sisi keamanan bisa terjamin dibandingkan dengan lokasi yang lain untuk saat ini," ujarnya.
Akbar mengatakan situasi dan kondisi penghuni pulau tersebut juga memungkinkan dilakukan eksekusi mati. "Pulau itu kan masih dihuni petugas dan warga binaan jadi memungkinkan (eksekusi mati)," katanya.
Sementara itu, dari kesiapan ketersiadaan pangan untuk penghuni lapas, Akbar mengaku tak menjadi masalah. "Kalau makanan standar sesuai apa yang sudah diberikan. Semua warga binaan diperlakukan sama. Kecuali kalau ada permintaan terakhir (dari terpidana mati), ada pengecualian," katanya.
Saat ini, Kejaksaan Agung sedang mempersiapkan gelombang kedua eksekusi terpidana mati kasus narkoba. Dua terpidana dari kasus Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, masuk dalam daftar yang akan dieksekusi.
Opsi lokasi eksekusi mencuat. Bali menjadi salah satu di antaranya. Namun, penolakan terjadi di Pulau Dewata tersebut apabila eksekusi digelar. Sejumlah kelompok masyarakat dan Gubernur Bali menilai eksekusi mati tak patut dan tak sesuai dengan kearifan lokal Bali.
Nusakambangan Tak Kelebihan KapasitasLebih jauh lagi, Handoyo mengatakan kelebihan kapasitas penghuni di lembaga pemasyarakatan di Nusakambangan tak akan menjadi masalah untuk menampung sejumlah terpidana.
"Masih bisa. Seperti di LP Besi itu masih bisa untuk 7 sampai 10 orang untuk mendekam beberapa hari (sebelum eksekusi)," ujarnya.
Sementara itu, Akbar Hadi mengatakan kondisi LP di Nusakambangan belum terjadi kelebihan kapasitas.
"Kalau di Nusakambangan rata-rata belum over kapasitas. Masih memungkinkan, seperti di Lapas Besi," ujarnya.
Berdasarkan penelusuran CNN Indonesia pada Sistem Database Pemasyarakatan Kemenkumham, terdapat tujuh LP yang masih aktif beroperasi di Nusakambangan. Enam diantaranya masih bisa menampung 445 penghuni.
Keenamnya yakni LP Kelas II A Kembang Kuning (68,3 persen), LP Kelas II A Besi (88,8 persen), LP Kelas II A Pasir Putih (86 persen), LP Kelas II A Permisan (69,2 persen), LP Kelas II B Terbuka (44 persen), dan LP Kelas II A Batu (59 persen). Sementara satu lainnya terjadi kelebihan kapasitas yakni LP Kelas II A Narkotika (113,8 persen).
Sebelumnya, eksekusi mati gelombang pertama digelar di area bekas LP Limus Buntu di Nusakambangan, Minggu (18/1). Lima terpidana mati dari Belanda, Nigeri, Malawi, Brazil, dan Indonesia telah ditembak oleh regu tembak kepolisian.
"Kemarin tidak ada masalah. Laporan dari Kantor Wilayah Jawa Tengah juga tidak ada masalah," ujar Akbar Hadi.
(utd/utd)