Jakarta, CNN Indonesia -- Tim kuasa hukum Komisi Pemberantasan Korupsi menganggap dalil yang diungkap oleh tim kuasa hukum Budi Gunawan sebagai obyek permohonan praperadilan bukan merupakan wewenang hakim praperadilan. Salah satunya adalah mengenai penafsiran 'tindakan lain' dalam Pasal 95 KUHAP.
Tim kuasa hukum KPK menafsirkan 'tindakan lain' yang diajukan sebagai landasan hukum kubu Budi Gunawan adalah adanya 'upaya paksa'. Upaya paksa yang dimaksud tersebut dalam proses pemeriksaan sebelum ditetapkan sebagai tersangka sehingga menyebabkan yang bersangkutan menderita kerugian.
"Itu jelas dalam Pasal 95 ayat 1 tentang kerugian dan ada upaya paksa, misalnya memasuki rumah, penahanan, penangkapan, penyitaan," kata salah satu kuasa hukum KPK, Rasamala Aritonang di kantor Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya dalam pasal tersebut tidak ada menyebutkan soal penetapan tersangka. Karena itu Rasamala menilai upaya paksa tidak pas jika dikategorikan atau ditafsirkan secara luas termasuk penetapan tersangka.
Kewenangan praperadilan hanya untuk menguji dan menilai kebenaran dan ketepatan upaya paksa oleh tim penyidik, bukan mengesahkan penetapan tersangka.
Kewenangan praperadilan, kata Rasamala, diatur dalam Pasal 1 angka 10 juncto Pasal 77 juncto Pasal 82 ayat 1 KUHAP. "Kewenangan lembaga praperadilan itu jelas dan terbatas, karena itu prematur jika memasukan unsur penetapan tersangka," ujar Rasamala.
Atas dasar tersebut, Rasamala meminta agar permohonan pihak pemohon, seharusnya ditolak oleh hakim sidang praperadilan.
Dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kuasa hukum Budi Gunawan berdasar pada Pasal 95 KUHAP menyebutkan tindakan lain yang menjadi obyek praperadilan di antaranya berupa penggeledahan, penyitaan maupun menetapkan seseorang menjadi tersangka.
Penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK tersebut diklaim telah mengakibatkan kerugian kepada Budi Gunawan, baik secara moriil maupun materiil.
"Kerugian moriil sulit ditentukan besarnya untuk seorang calon Kapolri yang telah memiliki legitimasi melalui lembaga Kompolnas, Polri, Lembaga Kepresidenan, DPR RI, sementara kerugian materiil Rp 1.000.000," ujar kuasa hukum Budi Gunawan saat persidangan.
(sur/sip)