Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Hakim Syarifuddin melaporkan semua pimpinan KPK termasuk Busyro Muqoddas yang kini sudah tidak lagi menjabat, ke Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (11/2).
Busyro, Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnain dilaporkan atas tiga tuduhan. "Penyalahgunaan jabatan, pemalsuan surat, dan pemalsuan suara di persidangan," kata Syarifuddin seusai melapor.
Syarifuddin dinyatakan bersalah oleh pengadilan atas kasus suap dan divonis empat tahun penjara pada 2012 lalu. Setelah mendapat pembebasan bersyarat pada 2013, kini dia menuduh KPK merekayasa kasus yang menjeratnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Laporannya diterima dengan nomor surat TBL/99/II/2015/Bareskrim. Sebagai barang bukti, Syarifuddin menyertakan rekaman video dan surat pemanggilan dari KPK.
"Suara saya digantikan suara orang lain. Dalam suara di video saya meminta uang, padahal saya tidak pernah meminta uang," katanya.
Dia juga menuduh para pimpinan KPK memalsukan surat panggilan terhadapnya. Surat itu bernomor Spgl-1247/23/VIII/2012, tertanggal 31 Agustus 2012.
Atas perbuatan itu, Syarifuddin melaporkan para pimpinan KPK atas dugaan melanggar pasal 266, 421, dan 263 KUHP.
Pada 2012 lalu, Syarifuddin dianggap terbukti menerima suap Rp 250 juta dari kurator Puguh Wirawan terkait kepengurusan harta pailit PT SkyCamping Indonesia.
Dari fakta persidangan, diketahui Puguh mendatangi rumah Syarifuddin di kawasan Sunter, Jakarta Utara, pada April 2011. Saat itu, Puguh kedapatan mengantarkan sejumlah uang untuk Syarifuddin.
Penyidik KPK menggerebek Rumah Syarifuddin dan menemukan mata uang asing terdiri atas 116.000 dollar AS, 245.000 dollar Singapura, 20.000 yen Jepang, 12.600 riel Kamboja, dan 5.900 bath Thailand. Selain itu, ditemukan juga uang Rp 55 juta dalam penggerebekan tersebut.
Uang tersebut diberikan agar Syarifuddin selaku hakim pengawas memberikan persetujuan perubahan atas aset boedel pailit PT SCI, berupa dua bidang tanah SHGB 5512 atas nama PT SCI dan SHGB 7251 atas nama PT Tanata Cempaka Saputra, menjadi aset non-boedel pailit tanpa melalui penetapan pengadilan.
(obs)