Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri dinilai telah melanggar nota kesepahaman Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) mengenai proses penyidikan berkaitan dengan pelaksanaan profesi advokat. Kuasa hukum Bambang Widjojanto menganggap penyidikan terhadap kliennya telah menyalahi aturan lantaran Bambang dijerat kasus saat dia berprofesi sebagai pengacara.
Nota kesepakatan itu disepakati pada 27 Februari 2012 silam dan ditandatangani oleh Kapolri yang menjabat kala itu, Jenderal Timur Pradopo dan Ketua Peradi Otto Hasibuan.
"Ini sudah mencederai etika. MOU (Memorandum of Understanding) itu sebuah kesepakatan yang sama dengan undang-undang. Polri harus melimpahkan kasus BW ke Peradi," ujar Kuasa Hukum Bambang, Abdul Fickar Hajar saat ditemui di Jakarta, Jumat siang (13/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fickar mengatakan, isi Pasal 3 dalam kesepakatan tersebut menyebutkan apabila ada penyidikan kasus yang menimpa seorang advokat, maka pihak kepolisian akan melimpahkan kasus itu ke cabang Peradi terdekat atau langsung ke Peradi pusat.
Dalam hal ini, Peradi punya waktu 14 hari untuk menindaklanjuti kasusnya. Jika advokat yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan Peradi, maka kasus akan kembali dilimpahkan. "Artinya Polri saat ini harus segera menghentikan penyidikan. Jika tidak, mereka telah menyalahi kesepakatan," ujar Fickar.
Menurut Fickar, Peradi memiliki kekuatan hukum yang dilindungi Undang-undang advokat untuk melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran etik profesi. Hal itu tertuang dalam Undang-undang No. 18 tahun 2003 tentang Advokat Pasal 12 dan 13.
Bambang ditetapkan sebagai tersangka dan ditangkap Bareskrim atas dugaan membujuk seseorang memberikan keterangan palsu di dalam persidangan sengketa pilkada Kabupaten Kotawaringin Barat di Kalimantan Tengah di Mahkamah Konstitusi.
Menurut kuasa hukum Bambang, hal itu tidak relevan dijadikan sebagai sangkaan pidana lantaran proses pembekalan materi terhadap saksi diperlukan dalam setiap persidangan MK.
(utd)