Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta menyanggah anggapan bahwa pihaknya akan mencoba menggulingkan Gubernur DKI Jakarta lewat hak angket. Ketua Fraksi PDIP, Johnny Simanjuntak, menilai hak angket dilakukan untuk menjalankan fungsi lembaga legislatif itu sendiri.
"Kami tidak ada maksud
impeachment. Kami cuma mengajukan hak angket," kata Johnny di Gedung DPRD, Jakarta, Senin (16/2).
Terkait keputusan penggunaan hak angket dalam polemik Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2015, Johnny menyatakan hal ini diambil supaya masyarakat dapat memahami ada pelanggaran prosedur yang dilakukan oleh Pemprov DKI. Dia menjelaskan tindakan Pemprov DKI yang mengirimkan rancangan APBD 2015 kepada Kementerian Dalam Negeri tanpa tandatangan persetujuan pimpinan dewan adalah langkah yang melanggar hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau dibiarkan nanti tidak tertib sosial. Publik harus paham soal prosedur yang dilakukan," ucapnya.
Johnny juga menyampaikan bahwa DPRD merasa dibohongi oleh tindakan yang dilakukan oleh Pemprov DKI. Hal ini disebabkan rancangan yang diajukan kepada Kemendagri berbeda dengan saat yang disepakati pada rapat paripurna pengesahan RAPBD DKI 2015 akhir Januari lalu.
Sebelumnya, Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) 2015 belum juga disetujui oleh pihak Kementerian Dalam Negeri. DPRD menuding Pemprov DKI telah menyerahkan draft APBD 'palsu' kepada Kemendagri. Draft tersebut disebut palsu lantaran tidak membubuhkan tanda tangan pimpinan dewan.
"Saya sebagai Ketua DPRD merasa ditipu. Ibaratnya saya menyuruh eksekutif membeli rokok Djarum, ternyata yang dibeli adalah rokok Dji Sam Soe. Saya harus bertanggung jawab kepada 106 anggota DPRD," kata Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi di Gedung DPRD, Jakarta, Jumat (13/2) petang.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjelaskan bahwa dalam sistem e-budgeting, setelah RAPBD disetujui dalam paripurna maka tandatangan tersebut tak lagi diperlukan. Seluruh anggaran sudah dimasukkan dalam sistem e-budgeting.
Lebih lanjut, Ahok memaparkan dengan sistem tersebut maka anggaran sudah terkunci dan tidak bisa lagi diubah-ubah oleh sembarangan orang. Hal inilah yang dianggap melanggar prosedur oleh DPRD, karena menurut DPRD draft yang diajukan pada Kemendagri seharusnya sama persis dengan draft pascaparipurna pengesahan.
(utd)