Presiden Jokowi Dinilai Tak Tanggap Soal Eksekusi Mati

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Rabu, 18 Feb 2015 06:39 WIB
Jelang eksekusi terpidana mati narkoba jilid II, penggiat HAM nasional dan internasional menganggap sebagai bentuk pembunuhan semena-mena oleh negara.
Iring-iringan mobil ambulans memasuki dermaga penyeberangan Wijayapura, Cilacap, Jateng, Sabtu (17/1). Lima ambulans menyeberang dengan membawa peti mati dalam rangka persiapan eksekusi gelombang pertama lima terpidana mati di pulau Nusakambangan pada Minggu (18/1) dini hari. (Antara Foto/Idhad Zakaria)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo dinilai bebal lantaran tak mengindahkan suara pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) lantaran tetap mengeksekusi terpidana mati. Bahkan dalam waktu dekat, eksekusi mati gelombang kedua juga akan dihelat.

"Presiden Jokowi bebal. Argumentasi normatif dari aspek HAM nasional dan internasional seharusnya sudah cukup memadai untuk landasan pengkajian mendorong penghapusan hukuman mati," ujar peneliti Imparsial Ghufron Mabruri ketika ditemui di kantor Human Right Working Group Indonesia di Jakarta, Selasa (17/2).

Menurutnya, eksekusi hukuman mati justru menihilkan salah satu fungsi hukum yakni sebagai instrumen yang melakukan koreksi kejahatan. "Hukuman mati tidak punya fungsi koreksi. Percuma sudah berkelakuan baik, sudah tobat, toh akhirnya dieksekusi juga," ujarnya dalam jumpa pers.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dirinya dan koalisi masuarakat anti hukuman mati juga meminta pemerintah untuk menghentikan eksekusi hukuman mati. "Hukuman maksimal yang bisa diterapkan adalah penjara seumur hidup bukan hukuman mati," katanya.

Senada dengan Ghufron, Direktur Eksekutif Human Right Working Grup Indonesia Rafendi Djamin menilai kejehatan narkoba melanggar pasal 6 Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Menurutnya, hukuman mati juga melanggar konstitusi yang melindungi hak warga negara untuk hidup.

Kendati demikian, mantan Hakim Agung sekaligus ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin A Tumpa berpendapat, hukuman mati dilindungi oleh Undang-Undang. "Hakim berhak memutus hukuman mati karena ada peraturannya," ujar Harifin ketika ditanya usai mengisi diskusi di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, di Jakarta, Minggu (15/2). Dalah satu undang-undang yang mengatur hukuman mati yakni UU Narkotika.

Desakan Nasional dan Internasional

Selain itu, Rafendi berpendapat kejahatan narkoba bukanlah kejahatan kriminal yang serius. "Kejahatan narkoba tidak termasuk most serious crime, tanpa ada argumentasi legal, HAM, dan bukti. Sudah banyak yang mempertanyakan data dari mana," tuturnya dalam jumpa pers.

Ia menambahkan, dirinya telah menggelar pertemuan dengan Pelapor Khusus PBB untuk eksekusi di luar hukum, Christof Heyns, yang menelaah eksekusi hukuman mati di Indonesia pada 18 Januari 2015 lalu. "Menurut Christof, eksekusi kemarin adalah arbitrary execution atau pembunuhan semena-mena," katanya.

Terlebih, menurutnya, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon telah membuat permohonan tertulis kepada Jokowi untuk tidak melaksanakan hukuman mati. "Ini tidak pernah terjadi, Sekjend PBB memohon kepada Indonesia sebagai negara besar, untuk tidak melakukan hukuman mati. Ini permohonan pimpinan dunia," tuturnya. Rafendi menuturkan, Sekjend PBB telah menegaskan kejahatan narkoba bukan kejahatan serius.

Menurutnya, alih-alih hukuman mati, kejahatan narkoba harus diselesaikan pada tingkat korupsi peradilan dengan menyelenggarakan fair trial dan membongkar otak peredaran narkoba. Fair trial tersebut dengan memastikan pemenuhan hak-hak seseorang yang dihukum mulai dari penangkapan, pemeriksaan, penahanan, pendakwaan, penuntutan, hingga vonis dan pemidanaan.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah mengeksekusi enam terpidana mati pada Minggu lalu (18/1). Lima di antaranya warga negara asing dan seorang warga Indonesia. Bulan ini, 11 terpidana mati lainnya siap dieksusi terdiri dari delapan terpidana narkoba dan tiga kasus lainnya. Dua di antaranya merupakan warga Austalia sekaligus anggota sindikat narkoba Bali Nine.

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan proses pemindahan terpidana mati yang akan dieksekusi akan rampung pekan ini. "Persiapan belum rampung, tapi pemindahan mudah-mudahan selesai minggu ini," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Tony Spontana kepada CNN Indonesia, Senin (16/2). Rencananya, para terpidana mati akan dipindahkan ke Lapas di Pulau Nusakambangan menjelang pelaksanaan eksekusi. (pit/pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER