Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) memastikan terpidana kasus pencucian uang dan penimbunan bahan bakar minyak, Labora Sitorus, masih berada di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sorong, Papua Barat. Pihak kementerian belum membicarakan pemindahan Labora ke lapas lain dengan Kejaksaan Agung.
"Sementara demikian (masih tetap di Lapas Sorong), sambil menunggu kejelasan kondisi terakhir saat eksekusi (penjemputan)," ujar Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham, Handoyo Sudrajat, saat dihubungi CNN Indonesia, Jumat (20/2).
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Tony Spontana, kepada CNN Indonesia, memastikan eksekusi Labora dilangsungkan pada Jumat (20/2) pukul 08.25 WITA. Tony menuturkan, Kejaksaan akan berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM untuk menentukan apakah Labora akan tetap ditempatkan di lapas tersebut atau dipindahkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, pihak kementerian menjelaskan tak ada hambatan soal proses eksekusi penjemputan Labora yang sebelumnya tertunda. "Menurut informasi (yang dilaporkan), tidak ada hambatan," ujar Handoyo.
Senada dengan Handoyo, Tony menuturkan eksekusi tak terhambat lantaran ada pendampingan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Eksekusi tersebut dibantu oleh 600 personel Polri, 60 personel TNI AL dan 60 personel TNI AD.
Labora ditangkap penyidik Badan Reserse Kriminal Polri dalam kasus dugaan penimbunan bahan bakar minyak dan kayu di Raja Ampat pada 19 Mei 2013. Penangkapan itu dilakukan setelah Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Muhammad Yusuf, mengatakan kepemilikan rekening gendut Labora sebesar Rp 1,2 triliun.
Sejak April 2014, Labora meminta izin keluar lapas untuk berobat. Handoyo memaparkan jika Labora dirawat di RS Angkatan Laut untuk mengobati penyakit diabetesnya. Namun, Labora tak kunjung kembali pasca pengobatan. Alih-alih mendekam, Labora malah mengantungi surat pembebasan dari LP Sorong, yang belakangan dianggap tidak sah oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Kemudian, pada 17 September 2014, Labora divonis 15 tahun penjara oleh Mahkamah Agung. Berbekal surat tersebut, Labora enggan kembali ke LP. Dia dilindungi oleh warga yang menganggap dirinya sebagai sosok dermawan yang gemar membantu warga sekitar yang sedang kesusahan.
Lapas Overkapasitas, Labora Bakal Dipindah?Berdasar penelusuran CNN Indonesia pada Sistem Databese Pemasyarakatan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham, Lapas Sorong mengalami kelebihan kapasitas sebanyak 167 persen pada tanggal 18 Februari 2015.
Jumlah penghuni yang mendekam di Lapas Kelas II B tersebut yakni sebanyak 229 narapidana dan 44 tahanan. Sedangkan, total penghuni mencapai 273 orang. Padahal, kapasitas lapas hanya disiapkan untuk 163 penghuni.
Kondisi yang sama juga terjadi di Lapas Kelas II B Manokwari dan Lapas Kelas II B Fak-fak. Lapas Manokwari hanya memiliki kapasitas 84 orang, tetapi jumlah penghuni mencapai 245 orang. Sedangkan Lapas Fak-fak ditempati oleh 84 tahanan dan narapidana, meski kapasitasnya hanya untuk 70 orang.
Sementara itu, kondisi rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan lainnya di Kantor Wilayah Papua Barat tak kelebihan kapasitas. Di Rutan Kelas II B Bintuni, jumlah penghuni hanya 29 narapidana dari kapasitas 500 orang.
Di Rutan Kaimana, jumlah narapidana hanya 9 orang dari kapasitas 75 orang. Cabang Rutan Teminabuhan berkapasitas 45 orang namun hanya ditinggali oleh 7 orang.
(meg)