Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan menilai MA harus menindak tegas putusan hakim praperadilan gugatan Komjen Budi Gunawan, Sarpin Rizaldi. Ketegasan MA dapat menjadi payung hukum untuk kasus serupa selanjutnya.
Selain pada putusan praperadilan, sikap tegas juga harus diberikan MA pada Hakim Sarpin. Menurut Bagir, Hakim Sarpin telah melampaui kewenangannya.
"Dalam ilmu penafsiran, ada azas apabila suatu kaidah telah ditentukan oleh pembentuk undang-undang dan limitatif, maka tidak boleh ditambahkan," ujar Bagir ditemui di Gedung MA, Jakarta, Jumat (20/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) secara tegas tak menjelaskan wewenang hakim untuk memutus keabsahan penetapan tersangka dalam sidang praperadilan. Alih-alih demikian, KUHAP membatasi praperadilan hanya sebatas memeriksa sah atau tidak penangkapan dan penahanan; sah atau tidak penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; dan ganti kerugian dan rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan dan penuntutan.
"Itu hukum besi. Kalau ada orang mencairkan besi itu, dia yang terbakar," ujarnya.
Menurutnya, MA tak dapat membiarkan putusan praperadilan Hakim Sarpin yang mengatakan penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan tidak sah. "Sejak semula MA harus sudah memberi perhatian dan itu tidak dilarang. MA mempunyai kewajiban untuk menjaga prinsip-prinsip hukum ditegakkan secara benar tidak harus menunggu upaya hukum (diajukan) dulu," ujarnya.
Merujuk pada Pasal 32 UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang MA, MA melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan yang berada di bawahnya dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman.
Selain itu, MA berwenang untuk meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari semua badan peradilan yang berada di bawahnya. Dengan demikian, jika dinilai Hakim Sarpin Rizaldi menyalahi kewenangannya, MA berhak untuk menguji putusannya dan memberi sanksi disiplin.
Sementara itu, merujuk Surat Edaran MA Nomor 4 Tahun 2014, putusan praperadilan dapat diajukan melalui Peninjauan Kembali apabila ada penyeludupan hukum. Hal tersebut, tak dapat diperbolehkan.
"Tidak perlu ada kekhawatiran dianggap mencampuri kalau MA memberi perhatian ke perkara ini, apalagi perkara ini adalah perkara yang menarik perhatian publik," ucapnya.
Merujuk cacatan MA, hakim pemutus gugatan PT Chevron, Suko Harsono, dijatuhi sanksi penundaan jabatan dan mutasi ke Maluku akibat membatalkan penetapan tersangka korupsi bioremediasi PT Chevron Bachtiar Abdul Fatah. Hakim Suko membacakan putusan pada 27 September 2012 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Saat itu, MA bersikap bahwa Hakim Suko telah melampaui kewenangannya.
"Kita tidak menganut kewajiban mengikuti putusan yang sebelumnya apapun hebatnya (preseden). Tapi secara etis biasanya diikuti, tapi memang bukan suatu kewajiban hukum," katanya.
Kesalahan Hakim SarpinHakim Sarpin, Bagir menilai, telah melakukan beberapa kesalahan dalam putusannya. "Mudah sekali menemukan kelemahan pada putusan Sarpin. Pertama, dia memperluas (kewenangan hakim). Kemudian yang kedua, menerobos hal yang menjadi pokok perkara," ucapnya.
Menurutnya, pemberantasan korupsi tak berkaitan dengan status seseorang sebagai penegak hukum atau bukan penegak hukum. "Tidak ada urusannya dengan pejabat negara atau bukan pejabat negara," ujarnya.
Bagir mencontohkan kasus korupsi yang ditangani KPK pada mafia pajak Gayus Lumbun. "Gayus, cuma pegawai kelas berapa, tidak ada urusan (dengan status penyelenggara negara)," katanya.
Menurutnya, hakim peradilan umum yang berhak untuk menentukan seseorang terbukti atau tidak melakukan tindak pidana korupsi.
"Penegak hukum atau bukan ya bukan urusan praperadilan karena sudah masuk ke pokok perkara. Tapi, kan, ada azas kita wajib menghormati putusan hakim," ucapnya.
Hakim tunggal Sarpin di sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan, Senin (16/2), memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan praperadilan yang diajukan oleh Budi Gunawan. Sarpin mengabulkan dua permohonan dari empat yang dimohonkan kuasa hukum Budi Gunawan.
Dua putusan yang merugikan KPK adalah, penetapan tersangka oleh KPK dianggap tidak sah dan tidak memiliki kepastian hukum yang mengikat. Selain itu, KPK dianggap tidak memiliki kewenangan untuk menyelidiki perkara Budi Gunawan status sang jenderal kala itu tidak tergolong sebagai penegak hukum atau penyelenggara negara.