Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Jokowi memang telah membuat 4 keputusan penting seputar kisruh Komisi Pemberantasan Korupsi-Kepolisian RI, yakni membatalkan pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri, mengusulkan Komjen Badrodin Haiti sebagai Kapolri baru, memberhentikan sementara pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto terkait status mereka sebagai tersangka di Polri, dan menunjuk tiga pimpinan sementara KPK yaitu Taufiequrachman Ruki, Johan Budi, dan Indriyanto Seno Adji.
Meski demikian, kriminalisasi terhadap pimpinan KPK tak juga berhenti. Berbeda seperti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang saat perseteruan KPK-Polri jilid I memerintahkan tegas agar polisi menghentikan kasus Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah, Presiden Jokowi justru meminta Abraham Samad dan Bambang Widjojanto untuk tetap menjalani proses hukum mereka di Polri –sekalipun penetapan keduanya sebagai tersangka dinilai janggal oleh banyak pihak.
Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Emerson Yuntho menuding Polri sengaja mengincar para pimpinan KPK. Menurut dia, dalam kasus Bambang Wijdojanto, pada pasal yang sama dengan yang dikenakan terhadap dia oleh Polri, sebelumnya ada sembilan laporan lain yang serupa namun tidak ditindaklanjuti Polri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Namun begitu laporan yang masuk terkait Bambang Widjojanto, maka kasusnya cepat diproses. Hal ini juga yang terjadi pada Abraham Samad. Kasus Samad, yakni soal pemalsuan dokumen Kartu Keluarga dan KTP untuk mengurus paspor, terjadi di mana-mana. Tapi kenapa hanya dia yang dibidik? Jawabannya: karena polisi tahu, jika menyandang status tersangka, pimpinan KPK harus mundur sementara atau berhenti,” kata Emerson, pedas, dalam
talk show CNN Forum, Jumat (20/2).
Seperti diberitakan sebelumnya, Bambang Widjojanto ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemberian keterangan palsu dalam sidang sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, di Mahkamah Konstitusi tahun 2010. Saat itu Bambang belum menjabat Ketua KPK. Ia menjadi pengacara salah satu pihak bersengketa. Bambang dituduh menyuruh saksi memberikan keterangan palsu. Tuduhan ini telah dibantah Bambang, saksi, maupun Bupati Kotawaringin Barat Ujang Iskandar yang saat itu menjadi klien Bambang.
Sementara Abraham Samad ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen berupa Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk atas nama Feriyani Lim. Menurut Polda Sulawesi Selatan dan Barat –di mana Samad bakal diperiksa Selasa esok (24/2), Feriyani yang hendak mengurus paspor di Makassar terhambat karena dia berdomisili di Pontianak. Oleh sebab itu Feriyani kemudian dibuatkan KTP palsu dan namanya dimasukkan ke KK Abraham Samad yang beralamat di Makassar. Namun Samad menyatakan alamat rumahnya di Makassar dengan alamat yang ada di KK atas nama Abraham Samad yang dijadikan bukti kasusnya, tidaklah sama.
Itu baru dua kasus. Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain pun berpotensi menjadi tersangka setelah dilaporkan ke KPK oleh sejumlah pihak. Adnan dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal Polri atas dugaan pengambialihan paksa saham milik PT Desy Timber, perusahaan penebangan kayu yang beroperasi di Berau, Kalimantan Timur, pada 2006, saat Adnan menjadi penasihat hukum perusahaan itu. Sementara Zulkarnain dilaporkan atas dugaan korupsi dana hibah Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat Jawa Timur 2008, saat ia menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Di tangan calon Kapolri atau Kabareskrim?Kepala Bareskrim Mabes Polri Komjen Budi Waseso menegaskan penyidikan terhadap Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain tak bakal dihentikan. Hal itu ia ungkapkan sehari sesudah konferensi pers Presiden Jokowi soal kisruh KPK-Polri.
“Kalau masalah pidana, lanjut terus. Tidak bisa hukum pada tahap ini dihentikan (demi keharmonisan KPK-Polri). Kami tidak boleh melanggar Undang-Undang,” kata Kabareskrim di Mabes Polri, Jakarta, Jumat pekan lalu.
Seakan menambah kesulitan KPK, Budi Waseso Minggu kemarin (22/2) menyatakan berkas perkara penyidik KPK Novel Baswedan telah rampung dan tinggal dibawa ke tahap penuntutan atau disidangkan. “Tinggal diajukan ke pengadilan oleh Kejaksaan,” kata sang Kabareskrim di Mabes Polri.
Dibukanya kembali kasus Novel Baswedan diduga merupakan bagian dari kriminalisasi terhadap KPK. Perkara Novel itu sudah pernah diselidiki Polri pada 2012, saat sepupu Menteri Anies Baswedan itu menjadi penyidik utama kasus korupsi mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo. Pasukan polisi bahkan sempat mengepung Gedung KPK untuk menangkap Novel.
Pada 2012 itu, Novel disebut bertanggung jawab atas penganiayaan yang berujung tewasnya seorang pencuri sarang burung walet. Kepolisian mensinyalir kejadian itu terjadi pada 2004 tatkala Novel masih bertugas sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bengkulu. Hasil investigasi KPK menyimpulkan pencuri tersebut tewas di rumah sakit akibat dihajar anggota Polres Bengkulu.
Budi Waseso menyatakan Polri tak pernah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus Novel Baswedan. Novel bukan satu-satunya penyidik KPK yang dilaporkan ke Polri. Sebanyak 21 penyidik KPK lain juga dilaporkan ke Bareskrim Polri atas tuduhan kepemilihan senjata api ilegal.
Menurut Kabareskrim, senjata-senjata para penyidik KPK itu dikeluarkan oleh pabrik yang sah dan dibeli secara sah pula, namun izin kepemilikannya tak diperpanjang. Tuduhan ini dibantah Wakil Ketua KPK Zulkarnain. Menurutnya, senjata-senjata itu tak digunakan para penyidik untuk menjalankan tugas di KPK, tapi disimpan di brankas.
Zulkarnain menyatakan senjata-senjata tersebut sudah dimintakan izin perpanjangan ke Polri. Namun izin tak kunjung diterbitkan sehingga kini senjata-senjata api itu disimpan di brankas dan masuk kategori barang inventaris KPK.
Entah bagaimana nasib para penyidik KPK itu selanjutnya. Namun khusus untuk kasus Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, KPK sendiri tak bisa berbuat apa-apa. Pelaksana Tugas Ketua KPK Taufiequrachman Ruki telah mengatakan tak bakal ikut campur dalam proses penyidikan Polri terhadap mereka.
“Kami (KPK) tidak akan cawe-cawe karena itu domain kepolisian,” kata Ruki. Hal paling maksimal yang dapat dilakukan KPK, ujar pria yang juga pernah menjabat sebagai Ketua KPK periode 2003-2007 itu, ialah memberikan bantuan hukum.
Tim 9 sempat menyatakan nasib penyidik KPK ada di tangan Badrodin Haiti selaku calon Kapolri saat ini. “Badrodin perlu melakukan langkah-langkah pencegahan secara tegas terkait upaya kriminalisasi lebih jauh terhadap penyidik KPK,” kata Juru Bicara Tim 9 Imam Prasodjo.
Ia meminta Badrodin untuk mengeluarkan SP3 terhadap semua pimpinan dan penyidik KPK yang dijadikan tersangka dan bisa dijadikan tersangka dengan cara-cara tak substansial, segera setelah dilantik menjadi Kapolri.
Sebaliknya, Kabareskrim Budi Waseso yakin Badrodin Haiti tak bakal mengeluarkan SP3 terhadap para pimpinan dan penyidik KPK yang bekasus di Polri. “Tidak mungkin (ada perintah SP3 dari Badrodin). Beliau paham betul tentang reserse dan penegakan hukum,” kata Budi Waseso.
Maka sejauh ini, batalnya pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri dan penunjukan tiga pimpinan sementara KPK belum memberi solusi konkret bahwa kriminalisasi ke KPK bakal berhenti. Ancaman terhadap KPK belum berakhir.
(agk)