Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Indonesia Joko Widodo menyebutkan Indonesia saat ini sedang mengalami darurat narkoba dan hal itu menjadi dasar pemerintah terus menjalankan proses eksekusi mati tahap kedua bagi para terpidana mati kasus narkoba.
Namun jika berbicara statistik, sebenarnya angka pengguna narkoba di Indonesia sudah berkurang dalam tiga tahun terakhir. Hal tersebut diungkapkan oleh Humas Badan Narkotika Nasional, Slamet Pribadi saat berbincang dengan CNN Indonesia, Senin malam (23/2). Slamet mengatakan data yang menunjukkan kerugian yang Indonesia terima akibat narkotika menurun dari 2011 hingga 2014.
"Pada 2011 jumlah orang yang meninggal akibat narkoba mencapai 50 orang per hari, sedangkan pada 2014 ini ada 33 orang yang meninggal per hari," ujar Slamet.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, terjadi penurunan jumlah pengguna narkoba dari 2011 ke 2014. Jika pada 2011 jumlah pengguna narkoba berjumlah 4,2 juta jiwa, maka pada 2014 jumlah tersebut turun menjadi 4 juta jiwa.
Slamet mengatakan data tersebut didapatkan dari penelitian yang BNN lakukan bersama Pusat Penelitian Kesehatan milik Universitas Indonesia. "Jadi ini bukan penelitian internal tapi melibatkan lembaga lain," ujar Slamet.
Melihat penurunan yang signifikan tersebut, Slamet pun mengungkapkan Indonesia telah berhasil menekan angka pengguna narkoba dalam tiga tahun terakhir. Menurutnya Indonesia telah mampu menjalankan Undang-Undang Narkotika.
"Ini artinya Indonesia berhasil menjalankan UU Narkotika secara efektif," kata Slamet.
Dalam UU Narkotika tersebut, ujar Slamet, ada tiga proses yang bisa membuat jumlah pengguna narkoba di Indonesia berkurang. Proses pertama adalah dengan memberikan hukuman bagi para bandar dan kurir narkoba. Proses kedua adalah memberikan rehabilitasi pagi pengguna murni narkoba.
Untuk proses kedua ini ada dua cara yang bisa diterapkan, yaitu melakukan rehabilitasi usai menyerahkan diri ke BNN atau menjalani proses hukum sambil tetap direhabilitasi akibat sudah terlebih dahulu tertangkap oleh pihak berwenang. "Namun jika sudah ditahan di penjara kemungkinan si pengguna menjadi pengedar malah besar. Alasannya karena di dalam penjara mereka bergaul dengan para pengedar juga," kata Slamet.
Sedangkan proses terakhir adalah mengambil seluruh harta yang dimiliki oleh sang bandar atau kurir atau pengguna narkoba. Hal tersebut untuk membuat para pelanggar hukum tersebut jatuh miskin. "Kami bisa miskinkan mereka semiskin-miskinnya," ujar Slamet.
Proses eksekusi mati kedua akan melibatkan 12 narapidana narkotika dan kriminal berat, seperti pembunuhan dan pemerkosaan. Namun, Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan eksekusi terpidana mati gelombang dua akan tetap dilaksanakan setelah koordinasi antar lembaga penegak hukum berjalan normal kembali.
"Kami pertimbangkan bagaimana koordinasinya, sudah selesai belum. Kesiapan tempatnya sudah selesai belum. Fasilitas Nusakambangan sudah selesai belum. Semuanya harus kami persiapkan dengan baik," ujar Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (23/2).