Ombudsman: Bambang Widjojanto Didiskriminasi Polisi

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Selasa, 24 Feb 2015 13:38 WIB
Lembaga negara pengawas pelayanan publik Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan adanya diskriminasi yang dilakukan polisi terhadap Bambang Widjojanto.
Bambang Widjojanto saat dalam aksi saveKPK bersama UI, ITB dan IPB, Ahad (22/2) di sekitaran Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. (CNN Indonesia/ Gito Yudha Pratomo)
Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga negara pengawas pelayanan publik Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan adanya diskriminasi yang dilakukan oleh Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri dalam menangani perkara Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Bambang Widjojanto.

Ombudsman Bidang Penyelesaian Laporan Pengaduan Budi Santoso menilai perkara Bambang ditangani dalam tempo singkat sementara sembilan kasus lainnya mangkrak. Bambang dijerat sebagai tersangka kasus mengarahkan kesaksian palsu saat dirinya bersengketa di Mahkamah Konstitusi (MK). Sedangkan sembilan kasus lainnya yakni dijerat pasal yang sama, 242 KUHP soal sumpah palsu.

"Penyidikan Pak BW (Bambang Widjojanto) dilakukan sangat cepat sementara kasus sejenis lainnya yang sejak 2000-an belum ada follow up," ujar Budi saat menggelar jumpa pers di kantor Ombudsman, Jakarta, Selasa (24/2).

Menurutnya, perlakuan Polri seharusnya sama untuk semua perkara termasuk berbagai tahapan yang dilalui. Jika penanganan Bambang dilakukan dalam waktu kurang dalam sepekan sejak surat perintah penyidikan keluar, Ombudsman curiga ada motif lainnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini ada satu upaya afirmasi yang ekstra dalam kasus ini. Kami tidak mencari tahu itu karena bukan domain Ombudsman," kata Budi.

Budi menilai dengan adanya cacat administrasi tersebut, Polri berhak menindaklanjuti dengan pemberian sanksi kepada penyidik Polri. "Kami merekomendasikan memeriksa dan memberi sanksi kepada Kombes Daniel Bolly Tifona, Kasubdit VI Dorektorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri serta penyidik yang menangani perkara," katanya.

Merujuk catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), tujuh dari sembilan kasus di antaranya telah dilaporkan lebih dari satu tahun silam. Sedangkan dua lainnya dilaporkan tahun lalu. Kasus tersebut menyangkut pelanggaran terhadap Pasal 242 juncto Pasal 55 KUHP soal sumpah palsu.

Berikut sembilan laporan kasus kesaksian palsu yang dicatat ICW.

1. Kasus kesaksian palsu Tomny Winata dalam persidangan pencemaran nama baik terhadap dirinya di PN Jakarta Pusat, 27 Oktober 2003.

2. Kasus kesaksian Hamid Awaluddin, mantan Komisioner KPU/Mantan Menteri Hukum dan HAM.

3. Kasus Ainur Rohima alias Inul Daratista yang ditengarai membuat bukti dan laporan palsu.

4. Kasus keterangan palsu saat sidang yang menjerat Direktur TPI Edwin Endersen, Direktrur PT Global Mediakom Budi Rustanto, dan Legal Manager Bhakti Investama Sofy Regina di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tahun 2009.

5. Kasus yang menjerat tiga mantan menteri hukum dan HAM yakni Yusril Ihza Mahendra, Marsilam Simanjuntak, dan Hamid Awaludin. Merema diduga berkolusi dalam kasus Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum).

6. Kasus Jaksa Agung Hendarman Supanji. Pelapor yakni mantan Menkumham Yusril yang menganggap Hendarman adalah Jaksa Agung yang tidak sah.

7. Jeffry Lumempouw dan Etza Imelda Fitri Mumu diduga memberikan kesaksian palsu pada sidang Antasari Azhar, Mantan Ketua KPK pada medio tahun 2013 silam.

8. M. Husni Barjam dan Enggo diduga memberikan keterangan palsu. Mereka mengaku sebagai tim sukses nomor urut 3 pada Pilkada Kabupaten Kapuas. 

9. Delapan hakim Mahkamah Konstitusi diduga memalsukan putusan sengketa pemilihan kepala daerah Jawa Timur yang memenangkan pasangan Soekarwo dan Saefullah Yusuf. (sip)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER