Jakarta, CNN Indonesia -- Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi menyerahkan bukti baru pelanggaran kode etik dan pelanggaran prosedur yang dilakukan hakim tunggal sidang praperadilan Komisaris Jenderal Budi Gunawan, Sarpin Rizaldi. Bukti diserahkan saat pemeriksaan oleh Komisi Yudisial (KY) digelar di Kantor KY, Jakarta, Rabu (25/2).
"Kami juga menambahkan bukti dan data baru yang kami anggap memperkuat dugaan pelanggaran kode etik. Ada berita, putusan praperadilan, dan lainnya," ujar peneliti Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal di Gedung KY, Jakarta, Rabu.
Erwin beranggapan hakim Sarpin telah menyalahi prosedur yang termaktub dalam Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal tersebut tak mengatur wewenang hakim untuk memutus keabsahan penetapan tersangka dalam sidang praperadilan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alih-alih demikian, KUHAP membatasi praperadilan untuk memeriksa sah atau tidak penangkapan dan penahanan; sah atau tidak penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; dan ganti kerugian dan rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan dan penuntutan.
Koalisi masyarakat pun melaporkan dugaan pelanggaran disiplin dan profesionalitas hakim Sarpin ke KY pekan lalu. Hari ini, komisioner KY meminta keterangan dari pihak pelapor.
"Semua anggota koalisi dipanggil hari ini. Ada dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Indonesia Corruption Watch (ICW)," ujarnya.
Hakim Sarpin dilaporkan ke lembaga pengawas hakim tersebut lantaran dirinya diduga melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dalam memeriksa dan memutus perkara pada Jumat (17/2). Erwin mengatakan putusan Sarpin terkualifikasi melanggar poin 8 dan 10 KEPPH.
Berdasar penelusuran CNN Indonesia, Pasal 8 KEPPH mengatur soal kedisiplinan hakim. Hakim harus melaksanakan kewajiban dan memutus perkara sesuai dengan KUHAP.
Pasal 10 KEPPH mengharuskan hakim bersikap profesional untuk melaksanakan kewajiban dan menghasilkan putusan yang efektif dan efisien. Sarpin dinilai tak profesional melaksanakan tugasnya.
Tak hanya itu, dampak dari putusan Sarpin yang kontroversial dan bertentangan dengan KUHAP tersebut membuat tersangka menggugat status tersangk ke praperadilan. Seperti yang dilakukan bekas Menteri Agama Suryadharma Ali yang menuntut penetapan tersangka dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
(rdk)