Pakar Hukum Diperiksa KY karena Hakim Sarpin Salah Kutip

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Rabu, 25 Feb 2015 16:18 WIB
Putusan hakim Sarpin Rizaldi dalam gugatan praperadilan Budi Gunawan dinilai telah salah mengutip pendapat salah seorang ahli yaitu Bernard Arief Sidharta.
Gedung Komisi Yudisial, Jakarta, Rabu, 11 Februari 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Saksi fakta sekaligus pakar filsafat hukum Universitas Katholik Parahyangan (Unpar) Bernard Arief Sidharta diperiksa Komisi Yudisial (KY) di Kantor KY, Jakarta, Rabu siang (25/2). Arief menyambangi gedung lembaga pengawas hakim sekitar pukul 13.30 WIB bersama Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi yang juga diperiksa KY.

Dosen sistem filsafat hukum tersebut datang mengenakan pakaian berwarna biru muda. Tak banyak berkomentar, dia langsung melenggang ke lantai empat, tempat pemeriksaan dirinya untuk dimintai keterangan oleh panel komisioner KY.

"Arief Sidharta juga datang. Ini ada kaitan dengan laporan koalisi. Ada pelanggaran kode etik serius terkait salah kutip dari Profesor Arief Sidharta," ujar anggota Koalisi sekaligus peneliti Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal di Gedung KY, Jakarta, Rabu (25/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Koalisi masyarakat melaporkan putusan Sarpin yang dinilai melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) Pasal 8 dan Pasal 10. Selain melampaui kewenangan, putusan tersebut dinilai salah mengutip pendapat ahli yang saat itu dijabarkan oleh Arief Sidharta.

Saat sidang pada 13 Februari lalu, kuasa hukum Komisaris Jenderal Budi Gunawan menanyakan apakah penetapan tersangka boleh diputus dalam praperadilan jika ada kesewenang-wenangan dalam proses penyelidikan. Arief menjawab, boleh sepanjang berdasar Pasal 77 dan Pasal 95 Kitab Undang-ukum Acara Pidana (KUHAP) sejauh sudah ada dalam undang-undang.

Dua pasal tersebut menjelaskan soal batasan sidang praperadilan dan penuntutan ganti rugi.

Kendati demikian, Sarpin berpendapat, sidang praperadilan dapat memutus keabsahan penetapan tersangka. Menurut Sarpin, KPK tak berwenang menetapkan Budi sebagai tersangka. Sarpin dinilai mendistorsi penjelasan Arief.

Merujuk pasal 77 KUHAP,  praperadilan hanya berwenang memeriksa sah atau tidak penangkapan dan penahanan; sah atau tidak penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; dan ganti kerugian dan rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan dan penuntutan. Penafsiran berlebih oleh Hakim Sarpin berbuntut panjang lantaran gugatan Budi dikabulkan. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER