Jakarta, CNN Indonesia -- Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengaku tak tahu persis apa isi komunikasi via telepon yang dilakukan antara Presiden Jokowi dengan Perdana Menteri Australia Tony Abbott pada Rabu sore (25/2).
"Saya tidak tahu, sebab saya tetap di ruang rapat (Kantor Presiden). Presiden memang sempat
break sebentar," ujar Andi. Menurutnya, selama ini komunikasi antara Jokowi dan Abbott terus dilakukan.
Namun, ujar Andi, intensitas interaksi kedua kepala negara tersebut tidak akan mengubah sikap Indonesia untuk mengeksekusi terpidana mati kasus narkoba. (Baca:
RI Menolak Tunduk pada Tekanan, Eksekusi Mati Jalan Terus)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Christiawan Nasir mengatakan Jokowi memang dijadwalkan menerima telepon Abbott sore kemarin. Hanya saja, pria yang akrab disapa Tata itu tak tahu apakah Abbott jadi menelepon Jokowi atau tidak.
Rabu siang, Jokowi mengatakan Abbott bakal menghubunginya. “Jam 17.00 WIB Abbott mau telepon. Tidak tahu apa yang mau dibicarakan. Tunggu saja,” kata Jokowi usai santap siang di sebuah rumah makan di kawasan Sunter, Jakarta Utara.
Hubungan Australia dan Indonesia kembali memburuk seiring rencana Presiden Jokowi mengeksekusi terpidana mati kasus narkoba anggota Bali Nine asal Australia, yakni Myuran Sukumaran dan Andrew Chan.
Soal eksekusi mati ini, Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop sempat menelepon Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk mengklarifikasi ucapan kontroversial Abbott yang mengaitkan bantuan Australia untuk tsunami Aceh pada 2004 dengan kepantasan Indonesia membalas budi dengan membebaskan Sukumaran dan Chan yang bakal dieksekusi mati dalam waktu dekat.
Sukumaran dan Chan ditangkap di Bali pada 2005 ketika mencoba mengimpor heroin bersama tujuh warga Australia lainnya. Mereka mencoba menyelundupkan 8,2 kilogram heroin. Chan disebut sebagai ‘
Godfather’ kelompok Bali Nine.
Pemerintah dan publik Australia marah atas vonis mati terhadap keduanya karena di saat yang sama, penyelundup heroin asal Indonesia yang kini mendekam di tahanan Australia, Kristito Mandagi, dapat mengajukan pembebasan bersyarat.
Kristito ditangkap ketika berupaya menyelundupkan heroin dari Indonesia ke Australia. Menurut media Australia, Sydney Morning Herald, heroin yang dicoba diselundupkan Kristito bahkan berjumlah lebih besar, yakni 390 kilogram.
Kristito, Saud Siregar, dan Ismunandar yang merupakan kapten, kepala, dan teknisi Kapal Uniana membawa 390 kg paket narkoba dan sepucuk pistol Glock ke pantai dekat Pelabuhan Macquairie, New South Wales, Australia, pada 1998.
Paket narkoba 390 kg itu diselundupkan dalam 31 tas olahraga, dan merupakan kasus penyelundupan narkoba terbesar yang berhasil digagalkan Australia. Narkoba yang diselundupkan ialah heroin murni senilai US$ 400-600 juta. Penyelundupan disebut rapi dan terencana karena diangkut dengan Kapal Uniana yang telah dimodifikasi khusus dengan tangki bahan bakar jarak jauh.
Meski demikian, nasib penyelundup narkoba asal Indonesia itu lebih baik, sebab mereka diperbolehkan pemerintah Australia untuk mengajukan pembebasan bersyarat dalam beberapa tahun mendatang sementara Chan dan Sukumaran akan menghadapi eksekusi mati di Indonesia. Untuk diketahui, Australia termasuk negara yang tak lagi menerapkan hukuman mati.
(utd/agk)