Irjen Kemdikbud Minta KPK Cepat Tindak Lanjuti Laporan Ahok

Rosmiyati Dewi Kandi | CNN Indonesia
Minggu, 01 Mar 2015 11:04 WIB
Irjen Kemdikbud Haryono Umar menegaskan, setiap warga negara memiliki kewajiban untuk melaporkan indikasi korupsi kepada KPK.
Warga Jakarta mengenakan topeng Ahok berbaris mengepalkan tangan dan memegang spanduk mendukung Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Bundaran HI, Jakarta, Minggu, 1 Maret 2015. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta yang dipersoalkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di antaranya terkait dana untuk membiayai pendidikan. Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Haryono Umar meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) cepat menindaklanjuti laporan Ahok.

"Semua pihak memiliki kewajiban untuk melaporkan kepada KPK jika melihat ada indikasi korupsi. Saya berharap KPK, karena ini adalah hal-hal yang sensitif, apalagi ada anggaran terkait pendidikan juga, KPK harus cepat menindaklanjuti," kata Haryono kepada CNN Indonesia, Ahad (1/3).

Menurut Haryono, langkah yang dilakukan Ahok dengan melaporkan kepada KPK sudah tepat agar publik bisa mendapat kepastian mengenai kisruh anggaran tersebut. Apalagi di tahun sebelumnya anggaran pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) untuk sejumlah sekolah dinilai terlalu besar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Seperti anggaran UPS sekian miliar, kalau melihat anggaran yang begitu kelihatannya cukup besar. Sementara masih banyak kebutuhan untuk sarana prasarana dan sekolah yang rusak. Kenapa anggarannya tidak diperuntukan untuk itu?" ujar Haryono.

Haryono yang pernah menjabat pimpinan KPK periode 2007-2011 ini berharap DPRD terbuka jika nanti KPK menindaklanjuti laporan Ahok yang disampaikan Jumat lalu (27/2). Pasalnya, jika sampai anggaran 2015 direalisasikan dan terbukti ada dana siluman, hal itu bisa dipersoalkan.

"Kalau dari segi korupsi, berpotensi menjadi permasalahan kalau dilaksanakan karena tidak sesuai dengan penganggaran. Uang negara, satu rupiah saja harus direalisasi sesuai dengan penganggaran di awal," tuturnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, isu "dana siluman" dalam APBD Jakarta muncul saat Ahok berseteru dengan DPRD DKI Jakarta soal APBD 2015. Ahok menuding DPRD Jakarta memaksa memasukan dana fiktif sebesar Rp 8,8 triliun yang dibantah DPRD.

RAPBD 2015 sebesar Rp 73,08 triliun pun lantas disahkan pada rapat paripurna DPRD tanggal 27 Januari lalu. Namun perseteruan eksekutif dan legislatif itu berlanjut setelah Pemerintah Provinsi Jakarta mengirim draf APBD 2015 versi e-budgeting kepada Kementerian Dalam Negeri untuk disetujui.
Draf itu tak mencantumkan mata anggaran hingga satuan ketiga yang membuat wakil rakyat itu merasa dibohongi. Menurut DPRD, Pemerintah Provinsi Jakarta tak menyertakan mata anggaran sesuai pembahasan bersama.

Ahok berkeras memakai draf versi tersebut karena menurutnya DPRD kembali hendak menyelinapkan anggaran fiktif yang kali ini besarannya mencapai Rp 12,1 triliun.

Ahok tak mau kasus dana siluman di APBD Jakarta terulang lagi seperti temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Akhir 2014, BPKP mengungkapkan dana siluman di Dinas Kesehatan dan Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta.

Untuk kali ini, ada tiga buku Trilogi Ahok  yang dianggarkan dalam dokumen RAPBD Jakarta 2015 yaitu 'Nekad Demi Rakyat', 'Dari Belitung Menuju Istana', dan 'Tionghoa Keturunanku, Indonesia Negaraku'. Total anggarannya mencapai Rp 30 miliar yang tak diketahui penganggarannya oleh Kepala Dinas Pendidikan Jakarta Arie Budhiman.

"Kami tidak tahu-menahu dan tidak pernah mengusulkan buku tersebut," kata Arie saat dihubungi, Sabtu (28/2). (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER