FITRA: DPRD Jakarta Tak Berhak Ikut Alokasikan APBD

Rosmiyati Dewi Kandi & Aulia Bintang Pratama | CNN Indonesia
Minggu, 01 Mar 2015 14:23 WIB
Fitra menilai aneh langkah DPRD Jakarta yang terlibat dalam alokasi anggaran. Pasalnya berdasarkan ketentuan, wakil rakyat tak punya hak untuk mengalokasikan.
Warga mengenakan topeng Ahok yang dibagikan secara gratis sebagai bentuk dukungan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Bundaran HI, Jakarta, Ahad, 1 Maret 2015. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kembali berseteru dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta terkait rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2015. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menyebut DPRD tak perlu ngotot mengajukan hak angket terhadap Ahok.

Bahkan mereka menilai jika sebenarnya DPRD tak memiliki hak dalam mengatur alokasi dana dalam APBD 2015. "Jika dilihat dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, legislatif hanya punya dua kewenangan, yaitu membahas dan menyetujui, bukan ikut mengalokasi dana," ujar Manajer Advokasi-Investigasi Fitra, Apung Widadi, Ahad (1/3).

Apung mengatakan, dalam tata tertib DPRD DKI Jakarta dan UU MD3 tak ada penjelasan anggota dewan bisa melakukan alokasi anggaran. Selain itu, permintaan DPRD untuk turut mengawasi APBD adalah sesuatu yang aneh.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apung menambahkan, argumentasi anggota dewan yang meminta fungsi pengawasan merupakan permintaan yang sangat tak wajar. "DPRD tak berhak mengalokasi anggaran. Bahkan mereka tiba-tiba meminta fungsi pengawasan juga. Itu aneh sudah meminta alokasi lalu ingin mengawasi," ujarnya.

Apung meminta kedua pihak yang sedang berseteru bisa menyelesaikan secara terbuka. Dia menantang DPRD dan Ahok melakukan uji publik terhadap APBD 2015 tersebut karena dapat melibatkan publik untuk menilai siapa yang benar dan siapa yang salah.

"Kami siap jika ditunjuk untuk menengahi uji publik itu. Buka-bukaan saja," lanjut Apung.

Hal senada disampaikan Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Haryono Umar. Menurut Haryono, Ahok dan DPRD Jakarta perlu membuka perencanaan anggaran kepada publik sebagai salah satu kewajiban transparansi penyelenggara negara.

"Pada dasarnya anggaran milik rakyat, bukan milik DPRD maupun pemerintah. Tidak boleh ada pembahasan yang tertutup," kata Haryono.

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2007-2011 ini menyayangkan sikap yang ditunjukan para penyelenggara negara selama ini yang kerap menyembunyikan rencana dan realisasi penggunaan anggaran. "Selama ini pembahasan anggaran, penggunan anggaran, selalu tertutup. Masyarakat tidak tahu ke mana uang tersebut digunakan," ujarnya.

Untuk itu Haryono meminta KPK segera menindaklanjuti laporan Ahok pada 27 Februari lalu yang melaporkan dugaan dana siluman.

Isu "dana siluman" dalam APBD muncul saat Ahok berseteru dengan DPRD DKI Jakarta soal APBD 2015. Ahok menuding DPRD Jakarta memaksa memasukkan dana fiktif di APBD Jakarta sebesar Rp 8,8 triliun. DPRD telah membantah hal tersebut.

RAPBD 2015 sebesar Rp 73,08 triliun pun lantas disahkan pada rapat paripurna DPRD tanggal 27 Januari. Namun perseteruan antara keduanya berlanjut setelah Pemerintah Provinsi Jakarta mengirim draf APBD 2015 versi e-budgeting kepada Kementerian Dalam Negeri untuk disetujui.

Draf itu tak mencantumkan mata anggaran hingga satuan ketiga. DPRD pun merasa dibohongi karena Pemprov tak memasukkan mata anggaran sesuai pembahasan bersama.

Ahok berkeras memakai draf versi tersebut karena menurutnya DPRD kembali hendak memasukkan anggaran fiktif yang kali ini besarannya mencapai Rp 12,1 triliun.

Ahok tak mau kasus dana siluman di APBD Jakarta terulang lagi seperti temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Akhir 2014, BPKP mengungkapkan adanya dana siluman di Dinas Kesehatan dan Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER