Jakarta, CNN Indonesia -- Dugaan adanya penggelembungan dana dalam riwayat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta telah memasuki tahap penyelidikan. Kesaksian dari Pegawai Negeri Sipil DKI maupun anggota DPRD DKI dinilai bisa memberikan titik terang kasus tersebut.
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai mengatakan pengungkapan anggaran siluman menjadi penting untuk menyelidiki kasus dugaan korupsi di provinsi DKI Jakarta.
"Memasukkan anggaran ke RAPBD merupakan hasil penyusunan bersama DPRD dan Pemprov DKI. Maka merekalah yang sebenarnya bisa membantu ungkap kasus korupsi APBD," kata Abdul kepada CNN Indonesia, Kamis (5/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Abdul mengatakan korupsi APBD biasanya tidak dilakukan secara individual melainkan dibutuhkan kerjasama dengan berbagai pihak mulai dari pelaksana proyek, pihak eksekutif dan legislatif. "Proyek itu diciptakan agar dananya bisa diambil, untuk melakukan ini ada kerjasama dengan berbagai pihak. "
Berdasarkan pengalamannya, tindak pidana korupsi dalam APBD biasanya tidak hanya dilakukan pada tahapan pelaksanaan melainkan sejak tahapan perencanaan. Perencanaan anggaran, katanya, kemudian dipersiapkan sedemikian rupa sehingga proyek tersebut diciptakan memang untuk tujuan korupsi.
"Itu pola yang kami baca dalam kasus dugaan korupsi di APBD 2014 di Sumatra dan Papua," ujar dia.
Sementara itu, Abdul juga mengimbau kepada saksi yang mengetahui penyelewengan dana APBD DKI untuk segera memberitahukan kepada LPSK. Pihaknya, katanya, akan memberikan perlindungan kepada saksi tersebut, baik secara fisik ataupun hukum.
"Bagi yang mengetahui adanya penyimpangan penggunaan APBD tapi takut mengungkapkan ke penegak hukum, kami imbau agar tidak takut. LPSK memiliki kewenangan untuk melindungi saksi," kata dia.
Hal tersebut, katanya, sesuai dengan perundangan, yakni UU No. 23/ 2006 dan UU No. 31/2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Tak hanya saksi, Abdul juga mengimbau kepada aparat penegak hukum untuk berinisiatif melaporkan permintaan perlindungan saksi kepada lembaganya, agar upaya pemberantasan korupsi menjadi maksimal.
"Sejauh ini belum ada permohonan perlindungan saksi sejauh ini baik dari saksi ataupun penegak hukum. Kami minta agar ada inisiatif untuk perlindungan saksi," kata dia.
Pada Jumat (27/2) lalu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyerahkan sejumlah dokumen terkait APBD DKI ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ahok mengatakan berdasarkan anggaran APBD 2015 terdapat 49 sekolah yang meminta pemasangan Uninterrupted Power Supply (UPS) tanpa pernah mengajukan ke Dinas Pendidikan DKI. Harga per unit UPS tersebut dihargai Rp 5,8 Miliar.
Selain UPS, ada beberapa barang lain yang diduga dikorupsi dalam APBD DKI Jakarta, diantaranya digital elektronic classroom, science engineering technology math, serta alat olaharaga dan permainan kreatif.
(utd)