Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Dewan Pertimbangan hasil Munas IX Bali, Akbar Tandjung, mengaku sangat mengkhawatirkan Partai Golkar tak bisa mengikuti ajang pemilihan kepala daerah serentak menyusul berlarut-larutnya konflik internal di tubuh partai berlambang beringin itu.
“Saya sangat khawatir betul dan hal ini yang sangat menjadi perhatian kami di Dewan Pertimbangan,” kata Akbar saat berbincang dengan CNN Indonesia, Jumat (6/3).
Akbar mengingatkan kalau kisruh terus berkepanjangan maka Golkar jelas-jelas terancam tidak bisa ikut pilkada. “Golkar bisa kehilangan suara di daerah-daerah, di kabupaten atau kota dan provinsi,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan Ketua Umum Golkar ini menekankan, bila situasi buruk itu sampai terjadi maka bakal berdampak pula pada Golkar saat pemilihan umum legislatif 2019. “Perolehan suara akan merosot pada 2019. Pada pileg 2014 sudah turun dibanding 2009,” ungkap Akbar.
Akbar menegaskan, perseteruan berkepanjangan yang hingga saat ini belum menemui penyelesaian membuat massa Golkar juga terganggu. Padahal, ujar Akbar, awal Juni nanti sudah dimulai pendaftaran calon kepala daerah yang pilkada serentaknya akan dimulai pada Desember 2015.
Kecemasan Akbar tersebut terkait dengan keputusan Mahkamah Partai Golkar yang akhirnya tak bisa memberi solusi damai antara kubu Aburizal Bakrie (Ical) dengan Agung Laksono.
Selain itu juga tak lepas dari munculnya gugatan baru terhadap hasil Munas Jakarta ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang dilayangkan kubu Ical. “Penyelesaian konflik Golkar ini berlanjut ke pengadilan dan bisa memakan waktu sekitar 60 hari atau hingga tiga bulan,” ujar Akbar.
Akbar menuturkan, keputusan Mahkamah Partai Golkar hasilnya tidak ada yang memenangkan salah satu kubu karena dua hakim Mahkamah yaitu Muladi dan Natabaya tak memberikan dukungan terhadap kedua kubu, sedangkan Jasri Marin dan Andi Matalatta memutuskan menerima hasil Munas Jakarta. “Skornya 2-2 sehingga tidak bisa dieksekusi,” ucap Akbar.
Lebih lanjut Akbar juga mengingatkan bahwa dengan kubu Agung menyerahkan berkas putusan Mahkamah Partai Golkar yang diklaim mengesahkan kepengurusan pimpinan Agung ke Kemenkumham maka hal itu dapat memunculkan persoalan baru di kemudian hari.
“Menterinya bisa digugat nanti kalau memenuhi permintaan Agung. Di PTUN bisa saja keputusan menterinya ditolak sama seperti kasus PPP,” ujar Akbar sembari memberi jalan keluar atas berlarutnya konflik ini yaitu melalui munas rekonsiliasi.
(obs)