Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai akan merugi apabila tahun ini menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2014. Wacana penggunaan APBD tahun lalu muncul setelah mediasi antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan DPRD yang difasilitasi Kementerian Dalam Negeri, Kamis (5/3), menemui jalan buntu.
"Postur anggaran tahun 2014 dan 2015 berbeda. Target pendapatan daerah tahun ini lebih tinggi. Target pembangunan juga berbeda," kata Manajer Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Apung Widadi, di Jakarta, Jumat (6/3).
Apung menjelaskan, APBD 2014 tidak bebas dari beberapa dugaan penggelembungan dana proyek tertentu. Tahun lalu, APBD 2014 menganggarkan pengadaan uninterruptible power supply di sejumlah sekolah. "Apakah pengadaan itu akan dilanjutkan juga," ujar Apung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menambahkan penilaian Apung, Sekretaris Jenderal Fitra Yenny Sucipto menyebut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah mengatur soal urusan prioritas dan plafon anggaran sementara.
Keduanya merupakan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai pengguna anggaran sebagai acuan penyusunan Rencana Kerja Anggaran SKPD. "Kalau pake APBD 2014, tidak semua usulan tahunan ini bisa difasilitasi," kata Yenny.
Kamis lalu, ketika mediasi Ahok dan DPRD DKI Jakarta berakhir ricuh, Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kemendagri Reydonnyzar Moenek mengultimatum kedua pihak untuk menyelesaikan RAPBD 2015 dalam waktu tujuh hari ke depan.
Reydon menuturkan, jika batas waktu itu dilanggar, pemerintahan Jakarta harus legowo untuk menggunakan anggaran pendapatan dan belanja yang sama seperti tahun lalu.
(rdk)