Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana tidak memenuhi panggilan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri terkait tuduhan keterlibatannya dalam kasus P
ayment Gateway di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Alih-alih datang ke Bareskrim, Denny mengaku telah mengutus kuasa hukumnya untuk memenuhi panggilan pihak kepolisian. Ia memilih untuk mendatangi Kantor Sekretariat Negara (Setneg), Jakarta Pusat, Jumat (7/3).
"Kuasa hukum saya kesana sekarang. Saya sendiri sebenarnya awalnya ingin hadir langsung. Tapi hasil rapat dengan teman-teman diputuskan bahwa, karena ini bukan kasus pribadi, tetapi terkait dengan gerakan antikorupsi." ujar Denny. Terkait kedatangannya ke Kantor Sekretariat Negara, Denny mengaku ingin bertemu dengan perwakilan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(Bertemu) Seskab (Andi Widjajanto). Pak Pratikno enggak ada sih. Ya tadi sih janjinya kalau ada Mas Andi, ya Mas Andi. Tapi kalo enggak ada, ya sama teman-teman stafnya. Ada Refly (Refly Harun), Teten (Teten Masduki) mungkin ya," kata dia.
Denny mengungkapkan, pertemuan ini untuk membahas soal pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebutkan "stop kriminalisasi KPK dan penggiat anti-korupsi". Namun, ia berencana untuk membeberkannya secara lebih detail setelah pertemuan.
Berdasarkan rilis agenda yang diterima CNN Indonesia, Denny dan Bambang Widjojanto akan didampingi oleh mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein beserta para kuasa hukumnya.
Denny diketahui, diperiksa terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi
Payment Gateway paspor di Kementerian Hukum dan HAM saat dia masih menjabat beberapa tahun lalu.
Dijumpai sebelumnya, Rikwanto sempat menjelaskan dalam kasus ini diduga ada selisih antara nilai yang seharusnya dan nilai tambahan dari pengurusan paspor. Namun, penyidik sampai saat ini masih mendalami berapa nilai selisihnya.
"Akumulasi dari pengurusan paspor itu Rp 32miliar. Itu bukan nilai kerugiannya ya, tapi akumulasi dari pembuatan paspor itu," katanya.
Dia melanjutkan, dari nilai itu dicurigai ada kelebihan yang dipungut. Harusnya, kata dia, uangnya disimpan di bank penampungan.
"Tapi, (uangnya) justru mampir dulu ke dua vendor (bank lain). Ini secara ketentuan tidak boleh," ujarnya.
Kemarin, Kabareskrim Komisaris Jenderal Budi Waseso menyatakan Denny Indrayana memang terindikasi korupsi dalam kasus ini. "Indikasi keterlibatan beliau, dari keterangan saksi-saksi dan alat bukti yang kita dapatkan, termasuk dari hasil audit. Ya ada kecenderunganlah, indikasi ke sana (korupsi)," kata Budi di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, Kamis (5/3).
(pit/sip)