Jakarta, CNN Indonesia -- Komedian Mandra Naih mengajukan penahanan kepada Kejaksaan Agung setelah ditahan selama tiga hari. Kuasa hukum Mandra, Abdullah Subur, mendatangi Kejaksaan Agung untuk menyerahkan surat penagguhan tersebut.
Kehadiran Abdullah tidak hanya menyerahkan surat permohonan penangguhan penahanan, tetapi juga mendampingi salah satu saksi yang diperiksa terkait penetapan tersangka Mandra.
"Jadi hari ini kami memasukkan surat penangguhan penahanan (terhadap Mandra. Selain itu kami juga mendampingi karyawan Pak Mandra yang diperiksa sebagai saksi," ujar Abdullah di Jakarta, Senin (9/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mandra ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung terkait dugaan korupsi pengadaan program siap siar di Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia (TVRI) pada Jumat lalu (6/3). Dalam surat penangguhan penahanan yang diberikan Abdullah, tertera beberapa surat jaminan yang menyatakan kliennya tak akan melarikan diri selama penahanannya ditangguhkan.
Selain itu, Abdullah mengklaim dokumen yang menjadi barang bukti di TVRI adalah palsu. Abdullah beranggapan, secara aktual posisi Mandra hanya menjual filmnya dan Mandra tak mengetahui teknis selanjutnya.
Jadi, lanjut Abdullah, jika berbicara masalah bukti dan dokumen, maka dokumen tersebut merupakan milik perusahaan Mandra yang beberapa di antaranya sudah mati dan tidak aktif lagi.
"Ternyata dokumen-dokumen yang ditunjukkan pada Mandra ada tanda tangan dirinya dan langsung dibantah oleh klien saya. Kami juga ajukan gugatan ke Bareskrim Polri soal pemalsuan tanda tangan tersebut," lanjutnya.
Kasus ini bermula ketika TVRI melakukan pembelian terhadap 15 paket program siap siar menggunakan dana yang diperoleh dari APBN 2012. Paket-paket tersebut dipasok delapan perusahaan dan salah satunya adalah perusahaan milik komedian Mandra, PT Viandra Production.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), disimpulkan bahwa 15 kontrak paket program siap siar tersebut dilakukan jelang akhir tahun anggaran (bulan November). Sehingga, pengadaan barang dan jasa yang dilakukan melalui pelelangaan, akan melewati tahun anggaran.
Pembayaran telah dilakukan tahun 2012, meskipun masa tayang program berakhir sampai 2013. BPK juga menyebut proses pengadaan paket Rp 47,8 miliar tidak sesuai ketentuan pengadaan barang dan jasa.
Sebenarnya bukan kali ini saja para tersangka Kejaksaan Agung meminta penangguhan penahanan. Hasilnya pun tetap sama yaitu penangguhan ditolak. "Soal gagal ini subjektif, tapi itu hak para tersngka. Kami tetap akan coba upayakan, karena penahanan ini sudah tidak relevan," ujarnya.
(rdk)