Jakarta, CNN Indonesia -- Kebakaran yang terjadi di gedung Wisma Kosgoro pada Senin (9/3) lalu sempat menyebabkan petugas pemadam kesulitan saat memadamkan api. Tak hanya terkendala karena titik api yang bermula dari lantai 16, namun ternyata kesulitan juga terjadi karena sistem proteksi kebakaran gedung yang dinilai tak layak.
Walikota Jakarta Pusat Mangara Pardede mengakui bahwa dia menerima laporan yang menyatakan instalasi Wisma Kosgoro tidak bekerja dengan baik.
Terkait hal ini, dia menyatakan bakal menjatuhkan sanksi pada pengelola Gedung Wisma Kosgoro jika perlindungan kebakaran di gedung tersebut terbukti tidak memenuhi syarat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau tidak memenuhi syarat dan membangkang pasti akan ada sanksi," kata Mangara saat ditemui di lokasi kebakaran, pada Senin (9/3) malam.
Di malam yang sama, Hayono Isman, politisi yang diketahui sebagai pemilik gedung Wisma Kosgoro, menyatakan bangunan di Jalan MH Thamrin Kavling 53 ini masih memiliki instalasi yang baik.
"Kalau gedung ini dikatakan gedung tidak bagus, habis sudah gedung ini. Kalau hidran tidak jalan, sprinkler tidak jalan, masak gedung ini tidak habis?" katanya.
Kala itu, kebakaran akhirnya dapat dipadamkan setelah Dinas Pemadam Kebakaran menurunkan 175 petugas dan 35 unit mobil pemadam yang bekerja selama sembilan jam.
Akan tetapi, si jago merah kembali muncul sekitar pukul 06.30 WIB, Selasa (10/3), dan baru dinyatakan sudah padam setelah enam jam kemudian.
Kelengkapan peralatan dan kondisi bangunan lama Wisma Kosgoro akhirnya sempat dipertanyakan.
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 26/PRT/M/2008 dijelaskan soal aturan mengenai akses dan pasokan air untuk pemadaman kebakaran, sarana penyelamatan, sistem proteksi, utilitas bangunan, pencegahan kebakaran, pengelolaan proteksi, hingga pengawasan dan pengendalian gedung.
CNN Indonesia merangkum beberapa bagian penting dari peraturan tersebut.
Akses dan pasokan air, berdasarkan peraturan ini, harus direncanakan sedemikian rupa sehingga tersedia sumber air berupa hydrant halaman, sumur kebakaran atau reservoir air dan sebagainya yang memudahkan instansi pemadam kebakaran untuk menggunakannya.
Selain itu, setiap lingkungan bangunan gedung harus dilengkapi dengan sarana komunikasi umum yang dapat dipakai setiap saat untuk menyampaikan informasi kebakaran.
Untuk mencegah peluasan kebakaran dan memudahkan pemadaman, di sekitar area gedung juga harus tersedia jalan lingkungan yang layak dilalui kendaraan pemadam kebakaran.
Sementara itu, jarak antar bangunan gedung diatur berdasarkan tingginya. Untuk gedung setinggi 8 meter, jarak mimimun antar bangunan adalah 3 meter, untuk gedung dengan tinggi di atas delapan meter sampai 14 meter, jarak minimumnya di atas tiga sampai enam meter, untuk gedung setinggi lebih dari 14 meter sampai 40 meter jarak minimumnya di atas enam meter sampai delapan meter; dan untuk gedung dengan tinggi di atas 40 meter, jarak antar gedung diharuskan lebih jauh dari delapan meter. Setiap gedung juga harus dilengkap dengan sarana jalan ke luar yang dapat digunakan penghuni untuk digunakan saat darurat.
Sarana jalan ke luar dalam bangunan gedung baru dan yang sudah ada harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam Bab III dalam peraturan ini.
Sarana jalan keluar harus dipelihara terus menerus, bebas dari segala hambatan atau rintangan untuk penggunaan sepenuhnya saat kebakaran. Selain itu, dalam sarana keluar melarang peletakan perabot, dekorasi, dan sebagainya.
Pada jalan keluar juga tidak boleh ditempatkan cermin. Keberadaan cermin dapat membingunkan arah jalan keluar dalam keadaan darudat.
Setiap pintu dan setiap jalan masuk utama yang digunakan sebagai sarana penyelamatan harus dirancang dan dibangun sehingga jalan dari jalur ke arah luar dapat terlihat jelas dan langsung. Setiap jendela yang dapat berpotensi disangka sebagai pintu harus dihalangi dengan pagar agar tidak bisa dilalui.
Sedangkan, setiap alat atau alarm yang dipasang juga harus dirancang dan dipasang sehingga pada saat terganggu tidak menghalangi atau mencegah penggunaan sarana jalan keluar dalam keadaan darurat. Sistem proteksi kebakaran dalam gedung terbagi menjadi dua, yakni sistem proteksi pasif dan aktif.
Sistem proteksi pasif adalah konstruksi tahan api untuk mencegah kebakaran merambat dengan cepat dan luas.
Kontruksi tahan api yang disyaratkan termasuk penghalang api, dinding api, dinding luar, partisi penahan penjalaran api, dan penutup atap. Semuanya harus diperbaiki, diperbaharui, atau diganti dengan tepat apabila terjadi kerusakan atau pemasangan yang salah.
Hanya kaca tahan api yang telah diuji berdasarkan persyaratan teknis dan ketentuan yang boleh digunakan.
Dinding-dinding dan partisi dalam yang terbuat dari konstruksi tidak simetris harus dievaluasi dari kedua arah dan ditentukan tingkat ketahanan apinya berdasarkan pada ukuran terkecil yang diperoleh dari hasil pengujian.
Bukaan pada dinding harus diproteksi dengan pasangan konstruksi pintu atau jendela tahan api yang disetujui, terdaftar dan berlabel.
Tingkat ketahanan api untuk produk yang digunakan harus ditentukan dan dilaporkan oleh lembaga uj nasional, sesuai dengan persyaratan teknis dan ketentuan yang berlaku.
Selain itu, bangunan juga harus menyertakan partisi penghalang asap. Partisi harus dipasang membentang dari lantai hingga bagian bawah atap, melewati ruang tersembunyi seperti langit-langit gantung dan ruang-ruang antara struktur dan mekanikal.
Untuk sistem proteksi aktif, bangunan diatur harus mempunyai sistem springkler otomatis. Springkler harus dipasang sesuai dengan SNI.
Perpipaan springkler yang melayani tidak lebih dari enam springkler untuk setiap daerah rawan isolasi harus diizinkan untuk disambung langsung ke pasokan air bersih sistem plambing yang memiliki kapasitas cukup untuk menyediakan air 6,1 mm/menit.
Katup penutup dengan indikator harus dipasang dalam suatu lokasi yang terlihat, mudah dicapai, di antara springkler dan sambungan ke sistem pasokan air bersih sistem plambing.
Jaringan pipa utama layanan kebakaran juga harus dipasang sesuai ketentuan standar SNI. Jaringan pipa ini mesti dipelihara dengan benar sehingga dapat bekerja sebagaimana mestinya. Pemilik/pengelola bertanggung jawab atas pemeliharaan sistem dan menjamin sistem dalam kondisi kerja yang baik.
Alat pemadam api ringan harus disediakan di tempat menyolok mata dan mudah dijangkau. Lebih baik alat ditempatkan di sepanjang jalur lintasan normal, termasuk jalan keluar dari suatu daerah.
Alat ini dilarang menggunakan zat asam soda, busa kimia, cairan yang menguap, air yang dioperasikan dalam cartridge, tabung tembaga atau perunggu, alat pemadam karbon dioksida dengan corong metal, dan alat pemadam jenis isi padat.
Lemari tempat penyimpanan alat ini harus tidak dikunci, kecuali jika alat menjadi sasaran perbuatan kejahatan.
Selain itu, dalam gedung juga harus ada sistem deteksi dan alarm kebakaran serta sistem komunikasi.