Jakarta, CNN Indonesia -- General Manager Unit Pengolahan PT Media Karya Sentosa (PT MKS), Pribadi Wardjojo, berbelit- belit ketika menjelaskan adanya aliran dana suap gas alam ke kantung bekas Bupati Bangkalan Fuad Amin Imron. Pribadi bersaksi untuk rekan kerjanya yang menjadi terdakwa kasus yang sama, Antonius Bambang Djatmiko.
Dalam proyek yang telah berjalan selama lima tahun sejak 2006 tersebut, Antonius yang menjabat sebagai Direktur Human Resource Development PT MKS kerap kali menjadi jembatan antara perusahaan tersebut dengan Fuad. Antonius juga kerap kali bercerita ihwal "duit panas" yang sengaja dialirkan ke Fuad untuk memuluskan proyek.
Di persidangan, Pribadi menuturkan, Antonius beberapa kali bercerita ihwal aliran duit tersebut. Namun, dirinya tak yakin apakah duit diserahkan ke Fuad Amin secara pribadi atau mewakili Perusahaan Daerah Sumber Daya (PD SD).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baik tim jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun majelis hakim sempat berulang kali mencecar Pribadi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (12/3). Penyidik silih berganti menanyakan hal yang sama berulang kali. Saat menjawab pun, Pribadi beberapa kali memperbaiki jawabannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
"Terkait jatah fee Rp 50 juta hingga Rp 200 juta untuk Fuad Amin sebagai Bupati Bangkalan, apakah betul?" tanya Hakim Ketua Prim Haryadi mengonfirmasi dakwaan saat persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (12/3).
Menanggapi hal tersebut, Pribadi menjawab dengan lirih. "Saya dengar informasi itu dari Pak Antonius Bambang bahwa ada
cost tambahan, info dari Pak Bambang seperti itu (untuk Fuad Amin). Tapi pelaksanaannya saya tidak tahu," ujar Pribadi di persidangan.
Merujuk berkas dakwaan, Fuad Amin disebut membantu Antonius dalam perjanjian konsorsium dan perjanjian kerja sama antara PT MKS dan Perusahaan Daerah Sumber Daya (PD SD). Selain itu, Fuad juga memberikan dukungan PT MKS kepada Kodeco Energy, Co Ltd terkait permintaan penyaluran gas alam ke Gili Timur.
Kejadian tersebut berawal ketika PT MKS mengajukan permohonan alokasi gas bumi di Blok Poleng, Bangkalan. Pada saat yang bersamaan, PD SD juga menginginkan hal yang sama. Kemudian, Antonius melobi Fuad agar PT MKS dapat membeli gas bumi dari PT Pertamina EP di Blok Poleng Bangkalan. Fuad Amin pun sepakat untuk membantu.
Untuk merealisasikan permohonan tersebut, baik PT MKS maupun PD SD sepakat membuat nota perjanjian. Akhirnya, PT MKS dan PD SD menandatangani surat perjanjian konsorsium pemasangan pipa gas alam.
Tak berselang lama, BP Migas menunjuk PT EP sebagai penjual gas kepada PT MKS. Pada tanggal 5 September 2007, PT Pertamina EP dan MKS menandatangani Perjanjian tentang Jual Beku Gas Alam untuk Pembangkit Listrik di Gresik dan Gili Timur, Madura.
Namun pada praktiknya, pengerjaan proyek PT MKS dan PD SD tidak pernah dilangsungkan.
"Berdasarkan dokumen yang saya tau, perjanjian konsorsium ada kerjasama untuk pemasangan pipa dengan pihak PD SD, jika PT MKS mendapat gas. Tapi pipa tidak jadi dibangun karena pihak PT PJB (Pembangkit Jawa Bali) selaku pembeli gas tidak jasi mengoperasikan power plan," ujar Pribadi.
Kendati pengerjaan proyek pembangunan pipa gas alam tak pernah berlangsung, PT MKS tetap menyerahkan duit panas ke PD SD dan Fuad Amin Imron. Jumlah yang diberikan ke Fuad Amin meningkat dari Rp 50 juta tiap bulan pada tahun 2007 hingga 2009, menjadi Rp 200 juta tiap bulan pada tahun 2009 hingga 2013. Sementara itu, pada tahun 2013 sampai 2014, Fuad Amin menerima duit Rp 700 juta per bulan. Alhasil, duit yang diterimanya mencapai Rp 18,85 miliar.
Selain itu, kompensasi juga diberikan oleh PT MKS ke PD SD. "Ada imbalan Rp 1,5 miliar dan kompensasi Rp 30 miliar yang dicicil," ujar Pribadi.
(meg)