Jakarta, CNN Indonesia -- Aktivis lingkungan hidup dan kehutanan yang tergabung dalam Koalisi Anti Mafia Hutan menuntut pembebasan Nenek Asiani, yang didakwa melakukan illegal logging di Situbondo, Jawa Timur.
Mereka menilai pasal yang disangkakan kepada Nenek Asiani salah sasaran dan mengkriminalisasikan masyarakat lokal.
"Kami menuntut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Situbondo yang memeriksa perkara terdakwa Asiani harus memutus bebas Nenek Asiani dan memulihkan nama baik Nenek Asiani," kata Erwin D. Kristianto dari bagian Analisa Hukum dan Kebijakan dari Organisasi Non Profit Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa) saat dihubungi CNN Indonesia, Senin (16/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nenek Asiani merupakan salah satu terdakwa yang dituduh melakukan pencurian 38 batang kayu milik PT Perhutani di kawasan hutan di desa Jatibendeng, Situbondo. Pada hari Senin ini berlangsung putusan sela sidang pengadilan atas Nenek Asiani di Pengadilan Negeri (PN) Situbondo.
Hukuman tersebut berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan (UU P3H).
Pada bulan Juli 2014, PT Perhutani melaporkan Nenek Asiani atas dakwaan pencurian kayu ke Polsek Jatibendeng. Nenek Asiani pun ditangkap dan ditahan kepolisian pada Desember tahun lalu.
Erwin mengatakan pasal yang didakwakan terhadap Nenek Asiani salah sasar. UU tersebut, menurutnya, dibuat dengan semangat menjerat perusahaan besar dan bukan masyarakat lokal.
Lebih jauh lagi, dalam pasal 11 ayat 3 UU P3H tersebut terdapat penjelasan bahwa masyarakat lokal atau adat yang tinggal di kawasan hutan negara masih boleh memanfaatkan hasil kayu termasuk berladang.
"Sayangnya, pasal ini kontradiksi dengan pasal lainnya sehingga jarang sekali pengadilan menggunakan pasal ini dalam kasus pencurian kayu," ujar dia menjelaskan.
Sementara itu, Andi Muttaqien dari ELSAM mengatakan berdasarkan pasal 11 tersebut, pihak PT Perhutani harus dapat menghormati hak-hak masyarakat yang berada di dalam atau sekitar hutan untuk dapat mengambil sumber kehidupannya dari hutan.
"Kami juga minta PT Perhutani untuk dapat menertibkan aparatnya dan mengedepankan musyawarah dalam penyelesaian permasalahan hutan ini," kata dia menjelaskan.
Selain itu, Andi juga mendesak pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk segera menuntaskan pengukuhan kawasan hutan dengan memperhatikan hak-hak masyarakat atas hutan.
"Akibat UU yang salah sasar, selama 2014, tak ada satupun korporasi nakal terjerat dan 22 warga lokal dipenjara atas tuduhan pencurian kayu ," ujar dia.
Koalisi Anti Mafia Hutan sendiri terdiri atas beberapa lembaga swadaya masyarakat bergerak di bidang lingkungan hidup seperti Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Perkumpulan HuMa, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), SAWIT WATCH, Epistema Institute, Indonesia Corruption Watch (ICW), AURIGA dan Public Interest Lawyer Network (PILNET).
(utd)