Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly berencana untuk mengkaji ulang peraturan soal remisi terhadap para koruptor di Indonesia. Menurutnya peraturan tersebut tak sesuai dengan pemidanaan yang saat ini dianut Indonesia, yaitu sistem pemasyarakatan.
Menanggapi langkah pemerintah tersebut, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) menilai pemberian remisi terhadap para koruptor sebagai langkah yang gegabah.
"Dia (Menkumham) terlalu gegabah, bahkan cenderung ngawur," ujar Koordinator KontraS, Haris Azhar saat ditemui di Jakarta, Senin (16/3). Menurutnya, koruptor perlu didiskriminasi dan jangan diberi ruang untuk berleha-leha.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Haris juga mengatakan, kejahatan yang dilakukan oleh seorang 'garong' tidak bisa disamakan dengan apa yang dilakukan oleh koruptor. Menurutnya, kejahatan yang mendapat vonis di bawah lima tahun dengan kejahatan di atas lima tahun harus mendapatkan perlakukan yang berbeda.
Untuk pidana yang vonisnya di bawah lima tahun, Haris mengatakan terpidana tersebut bisa saja diberi remisi dengan beberapa pertimbangan. Salah satunya adalah telah menunjukkan perbaikan saat mendekam di lembaga permasyarakatan.
Sementara, untuk yang pidananya di atas lima tahun, Haris mendesak agar mereka dikurangi haknya. "Semua orang tak boleh didiskriminasi. Tetapi penjahat harus didiskriminasi. Untuk yang pidananya di atas lima tahum harus dikurangi hak-haknya," lanjut Haris.
Haris pun menekankan dirinya sangat menolak jika koruptor diberi remisi oleh pemerintah. Dia pun menuding Menkumham Yasonna Laoly tidak memiliki kualitas yang tepat untuk itu.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan aturan pembatasan remisi terhadap narapidana kasus tindak pidana korupsi tidak sejalan dengan konsep pemidanaan yang saat ini dianut Indonesia, yaitu sistem pemasyarakatan.
Kemenkumham juga berencana menyusun kriteria baru tentang pemberian remisi pada narapidana kasus korupsi.
Merujuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, persyaratan pemberian remisi diperinci dandetail.
Pasal 34 A Ayat 1 PP tersebut menjelaskan sederetan syarat yang harus dipenuhi antara lain narapidana bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya (justice collabolator); telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi; dan telah mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh Lapas dan atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
Persyaratan lainnya, mereka juga diminta untuk menyatakan ikrar kesetiaan. Haris pun memberikan sedikit evaluasi terhadap kinerja Yasonna yang beberapa kali disebutnya telah mengambil keputusan yang keliru, salah satunya saat mengurusi masalah konflik Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Golkar.
"Evaluasinya, dia panik dalam mengambil kebijakan. Terkesan tidak cerdas dan blunder jadi tak solutif," ujar Haris.
(meg)