Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyatakan, remisi untuk koruptor merupakan salah satu bagian dari hukum. Pernyataan JK ini sekaligus menanggapi dan membela pernyataan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Belakangan, Yasonna mewacanakan perubahan kriteria pemberian remisi kepada narapidana kasus korupsi.
"Kalau orang sudah di penjara, tentu merasakan vonis yang sudah bagian dari menjalani aturan-aturan yang ada," kata JK di Kantor Wapres, Jakarta, Rabu (18/3).
JK meyakinkan semua prosedur terkait remisi akan sesuai dengan aturan, terutama terkait dengan hukuman bagi koruptor.
Pekan ini, Yasonna menyatakan ketidaksepakatannya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang membatasi pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi tindak pidana kejahatan luar biasa. Yasonna menilai PP tersebut merupakan bentuk diskriminasi dan bertentangan dengan prinsip dasar pemberian remisi kepada narapidana yang diatur Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di tempat lain, peneliti Indonesian Corruption Watch, Emerson Yuntho menegaskan penolakan wacana tersebut karena koruptor sebagai penelan duit rakyat tidak seharusnya diberi keringanan. "Kalau kami sendiri menolak pemberian remisi pada koruptor kecuali dia
justice collabolator atau
whistle blower," ujarnya kepada CNN Indonesia, Jumat (13/3).
Dalam teknisnya, penyebutan
justice collabolator harus melalui surat yang dikeluarkan lembaga penegak hukum salah satunya KPK.
Namun, apabila Yasonna tetap berkukuh memberikan remisi dan pembebasan bersyarat bagi para koruptor, maka hal tersebut sama saja dengan menggadaikan kepercayaan publik. "Ini akan mempengaruhi penilaian publik terhadap komitmen anti korupsi Jokowi dan Jusuf Kalla," katanya.
(obs)