Komisi Yudisial: Vonis Mati Anak Mengerikan

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Kamis, 19 Mar 2015 18:45 WIB
Komisi Yudisial akan membentuk panel untuk menentukan apakah diperlukan atau tidak investigasi terhadap hakim yang memutuskan vonis tersebut.
Wakil Ketua KY Imam Anshori Saleh tengah mengikuti seleksi wawancara calon hakim Mahkamah Konstitusi di Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (30/12). (CNN Indonesia/Aghnia Adzkia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) melaporkan hakim pemutus vonis mati anak di Nias, Sumatera Utara, ke Komisi Yudisial (KY). Komisioner KY Imam Anshori Saleh menuturkan vonis mati untuk anak mengerikan.

"Kalau anak dihukum mati ya sangat mengerikan. Prinsipnya, KY akan mempelajari laporan itu," ujar Imam ketika dihubungi CNN Indonesia, Kamis (19/3). Tim pelayanan pengaduan masyarakat akan mengkaji laporan yang dilayangkan Kamis siang (19/3) ke kantor KY, Jakarta.

"Kita lihat dulu, kalau memang laporannya lengkap ya dibentuk panel. Panel yang akan memutuskan apakah perlu investigasi atau tidak," ujarnya. Panel terdiri dari minimal tiga komisioner. Panel akan menelaah laporan tersebut dengan memeriksa sejumlah saksi antara lain kuasa hukum terpidana mati tersebut, Yusman Telaumbauna dan Rasulah Hia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah bukti dikumpulkan, maka KY akan melakukan klarifikasi pada tiga hakim pemutus perkara, Sylvia Yudhiastika, Sayed Fauzan, dan Edy Siong. Ketiganya akan diminta tanggapan soal dugaan adanya ketidakcermatan dalam vonis.

"Kalau ada pelanggaran etis tentu KY akan merekomendasikan sanksi," katanya. Sanksi tersebut dapat meliputi sanksi ringan berupa teguran tertulis hingga saksi sedang non palu, dan sanksi berat seperti pemecatan tidak hormat. Sederetan sanksi tersebut termaktub dalam Pasal 22 D UU Kekuasaan Kehakiman.

Sebelumnya, majelis hakim dinilai tak cermat dalam menggali fakta-fakta persidangan. "Hakim dalam berkas putusan, terlalu mengikuti rekonstruksi peristiwa yang didasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan dakwaan yang didudga penuh rekayasa," ujar anggota Divisi Advokasi Hak Sipil dan Politik KontraS Arif Nur Fikri kepada CNN Indonesia, Rabu (18/3). Sebagai hakim, seharusnya ketiganya berwenang untuk menggali fakta yang ada.

Padahal, dalam proses penyidikan, Yusman tak didampingi pengacara. Yusman ditangkap dan disidik sejak 14 September 2012. "Ancaman yang disangkakan adalah hukuman mati. Kalau di KUHAP, harus ada pengacara," ujarnya.

Lebih lanjut, Yusman baru didampingi pengacara saat proses persidangan berdasar Surat Penetapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gunungsitoli Nomor 02/Pen.Pid/2013/PN-GS tanggal 29 Januari 2013. Saat itu, majelis menunjuk Laka Dodo Laia dan Cosmas Dohu Amazihono sebagai penasihat hukum Yuan.

Dalam putusan Pengadilan Negeri, Yusman dan Rasulah terbukti membunuh tiga orang yakni Kolimarinus Zega, Jimmi Trio Girsang, dan Rugun Br Haloho. Putusan yang dibacakan pada tanggal 21 Mei 2013 silam tersebut, menetapkan Yusman dan Rasulah melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto 55 ayat 1.Yusman dan Rasulah pun divonis pidana mati.

Dalam penelusuran KontraS, Yusman dan Rasulah bukan menjadi pelaku utama dalam pembunuhan tersebut. Saat pembunuhan terjadi pada tanggal 24 April 2012 di sebuah kebun di Nias, Yusman dan Rasulah hanya melihat kejadian pembunuhan yang dilakukan oleh empat orang pelaku. Empat orang tersebut yakni Amosi Hia, Ama Pasti Hia, Ama Fandi Hia, dan Jeni. (hel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER