Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengirim staf khusus untuk membantu memperjuangkan kasus Yusman Telaumbauna dan Rasula Hia yang divonis mati oleh pengadilan di Nias, Sumatera Utara, dalam kasus pembunuhan.
"Saya menugaskan staf khusus Fajar Lase untuk mencari, menghubungi keluarga, dan mengumpulkan bukti seperti akta kelahiran. Kalau di sana di kampung permandian, namanya akta baptis," ujar Yasonna.
Akta kelahiran atau akta baptis menjadi penting untuk memperkuat bukti-bukti fakta terkait kasus Yusman dan Rasula, sehingga yang bersangkutan dapat mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yasonna mengaku telah berkoordinasi dengan Kepolisian RI, Komisi Yudisial, serta Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) untuk memeriksa kasus ini.
Tim penyidik dari Polri pun telah dikirim untuk memeriksa petugas polisi di Nias yang diduga melakukan rekayasa penyidikan. Selain itu, KY juga sedang menyelidiki pertimbangan yang digunakan majelis hakim dalam memberikan vonis hukuman mati kepada anak-anak.
Usulkan PKYasonna berpendapat PK sebaiknya diajukan di pengadilandi Medan, Sumatera Utara, untuk mempermudah pengumpulan fakta dan perumusan landasan permohonan PK, mengingat Medan dekat dengan Nias sehingga fakta-fakta dan data-data bisa mendukung untuk pengajuan PK.
"Saya sudah berkoordinasi dengan Koordinator KontraS Haris Azhar untuk bekerjasama dengan Dirjen HAM," ujar Yasonna.
Sebelumnya diberitakan, kejanggalan terjadi dalam proses penyidikan hingga persidangan Yusman dan Rasula. Selama proses penyidikan oleh kepolisian di Nias, Yusman dan Rasula tidak didampingi pengacara dan penerjemah, padahal keduanya hanya dapat berbicara bahasa Nias. Selain itu, diduga ada penyiksaan oleh oknum polisi saat proses penyidikan.
Dalam persidangan, jaksa penuntut umum pun hanya menghadirkan satu orang saksi. Yusman bersaksi untuk sidang Rasulah dan begitu juga sebaliknya.
Berdasarkan penelusuran KontraS, Yusman dan Rasulah berumur 16 tahun saat kejadian dan persidangan. Merujuk Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Peradilan Pidana, orang yang belum berumur 18 tahun didefinisikan sebagai anak. Pasal 71 UU tersebut menyebut pidana pokok untuk anak yakni pidana peringatan, pidana dengan syarat, pelatihan kerja, pembinaan dalam lembaga, dan penjara.
KontraS menilai hukuman pada anak tidak boleh lebih dari 10 tahun atau setengah dari hukuman maksimal 20 tahun penjara untuk orang dewasa.
Vonis mati bagi Yusman dan Rasulah dinilai amat janggal karena keduanya disebut bukan pelaku utama pembunuhan terhadap Kolimarinus Zega, Jimmi Trio Girsang, dan Rugun Haloho. Saat pembunuhan terjadi 24 April 2012 di sebuah kebun di Nias, Yusman dan Rasulah melihat kejadian pembunuhan dilakukan oleh empat pelaku. Setelah itu Yusman kabur ke Riau, dan Rasulah kabur ke hutan.
(obs)