Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Agung M Prasetyo menganggap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 masih relevan untuk diterapkan. Dia tidak sependapat dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly yang mengusulkan wacana revisi peraturan tersebut.
Untuk diketahui, PP Nomor 9 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 32 Tahun 1999 mengatur tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
"Saya rasa cukup relevan. Jadi tidak sembarangan orang dapat remisi. Memang dia punya hak, tapi hak itu tidak serta-merta diberikan kalau kewajibannya tidak dipenuhi," ujar Prasetyo di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan, Rabu malam (18/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Prasetyo, para narapidana tindak kejahatan luar biasa (
extraordinary crime) seperti kejahatan narkoba, teroris, dan koruptor memang memiliki hak untuk mendapatkan remisi, namun mereka juga memiliki banyak kewajiban yang harus dipenuhi. Mereka semua harus diperlakukan tanpa diskriminasi karena penekanannya pada tindak kejahatan yang mereka lakukan.
"Kalau korupsi, antara lain, kooperatif, justice collaborator, sudah membayar denda, uang pengganti. Teroris harus sudah ikut deradikalisasi, dia menyatakan setia pada NKRI, tidak akan mengulangi perbuatannya. Untuk narkoba remisi hanya mereka yang dipidana lima tahun lebih. Itu saja. Kalau itu diterapkan sudah cukup bagus," katanya.
Terkait rencana revisi peraturan ini, Prasetyo mengaku tidak dilibatkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Namun berdasarkan PP tersebut, dirinya harus dilibatkan dalam pemberian remisi.
"Ya memberi masukan apakah seseorang itu masih terlibat perkara lain," ujar dia.
Meski demikian, Prasetyo mengaku belum pernah mendengar secara detil soal rencana revisi PP Nomor 99 Tahun 2012 ini. "Tapi penerapan PP yang ada itu memang antara lain meminta rekomendasi menteri dan pejabat terkait, kalau korupsi ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), kejaksaan, dan polisi. Kalau narkotika ke BNN (Badan Narkotika Nasional). Terorisme ke BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme)," kata dia.
(rdk)