Jakarta, CNN Indonesia -- Menangkap tersangka terorisme tidak bisa hanya dilakukan dengan cara halus. Menurut mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Ansyaad Mbai, cara keras ala Densus 88 lebih ampuh dalam menangkap tersangka terorisme.
"Idealnya adalah
soft approach, tapi selalu gagal sehingga harus ditangkap dengan cara keras," kata Mbai dalam konferensi pers usai acara International Conference on Terrorism & ISIS di Jakarta, Senin (23/3).
Densus 88 sebelumnya dikritik atas metode kekerasan yang dilakukan terhadap para terduga terorisme dalam beberapa penyergapan. Video kekejaman yang diduga dilakukan oleh Densus 88 saat melakukan penyerbuan juga bisa disaksikan secara luas di internet.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa kelompok mengatakan bahwa tindakan Densus ini malah semakin menyuburkan terorisme yang dilandasi kemarahan.
"Perilaku sadis Densus menyuburkan inspirasi dan efektif bagi ideologi balas dendam orang-orang yang bergabung dengan ISIS," kata Ketua Majelis Mujahidin Indonesia, Irfan Awwas pada CNN Indonesia beberapa waktu lalu.
Ansyad mengatakan bahwa idealnya memang cara lunak dikedepankan dalam menangkap teroris, namun jika tidak disertai tindakan fisik akan sulit. "
Soft approach di atas kertas memang bagus, namun tindakan fisik dan persuasif harus jalan bersama," tutur Ansyaad.
Berani MatiMantan petinggi kelompok teroris Jemaah Islamiyah, JI, Abdul Rahman Ayub mengatakan bahwa cara yang ditempuh Densus 88 sudah tepat. Pasalnya, menurut pengalaman dia, kelompok radikal ini adalah orang-orang yang berani mati, tidak bisa ditangkap kecuali dengan perlawanan.
"Orang-orang ini memang maunya mati, berdasarkan doktrin 'hidup mulia atau mati syahid.' Cara apa lagi untuk menangkap orang yang memang maunya mati?" kata Ayub dalam perbincangan dengan CNN Indonesia.
Salah satu doktrin yang diajarkan para tersangka teroris, kata Ayub, adalah mengenakan rompi bunuh diri dan meledakkan diri jika terpojok. "Mereka meledakkannya biar mati sama-sama, itu doktrin," ujar mantan juru rekrut JI yang telah melanglang buana hingga Australia ini.
Untuk mencegah korban jiwa, salah satu cara yang tepat adalah dengan menyertakan mediator untuk membujuk tersangka teroris untuk menyerah. Namun cara ini juga selalu gagal.
"Siapa yang berani dialog jika mendekat ditembak?" tutur Ayub.
(pit/rdk)