Jakarta, CNN Indonesia -- Secara mekanisme, upaya hak angket yang digagas Fraksi Partai Golkar atas putusan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly soal konflik Golkar, sudah separuh jalan. Para penggagas telah memberikan tanda tangan dukungan lintas fraksi ke pimpinan DPR dan dijadwalkan akan dibawa ke paripurna pada pekan depan.
Sepekan ke depan, terhitung sejak hari ini, Kamis (26/3), akan jadi waktu penting apakah hak angket itu bakal disepakati atau tidak. Menurut pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Dodi Ambardi, perjalanan hak angket itu bakal terjal. Sangat terbuka kemungkinan, pengajuan penggunaan hak angket itu bakal gagal. "Ada dua partai yang masih berkonflik, yaitu Golkar sebagai pengusung dan juga PPP yang sepakat angket. Ini tantangan yang paling awal," kata Dodi saat berbincang dengan CNN Indonesia. (Baca Fokus:
Pemerintah: Golkar Agung Sah!).
Dalam politik Indonesia, lanjut Dodi yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) ini, ada panggung depan dan panggung belakang. Hampir selalu putusan politik, apalagi sepenting hak angket, akan diambil di panggung belakang. Panggung belakang ini adalah bagian yang sengaja mereka jaga agar tidak tersorot media. Sementara panggung depan adalah bagian yang selalu mereka usahakan agar selalu tampak oleh media.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, apa yang ditampilkan di panggung depan, umumnya, tidak selalu sejalan dengan apa yang dimainkan di panggung belakang. Aktor yang bermain di panggung depan tidak selalu sama dengan di panggung belakang. "Secara sederhana, kedua panggung itu saling mempengaruhi, tapi keputusan selalu di panggung belakang," ungkapnya.
Aktor di panggung depan dan belakang pun berbeda. Tetapi, untuk kasus angket, tutur Dodi, umumnya aktor penting di kedua panggung adalah ketua fraksi dan ketua partai. Lobi-lobi juga dilakukan di panggung belakang ini. Lobi-lobi ini bisa mencakup banyak hal yang terkait dengan kepentingan masing-masing pihak yang terlibat dalam lolos tidaknya hak angket.
Kepentingan-kepentingan masing-masing pihak inilah kemudian yang dinegosiasikan oleh aktor-aktor penting agar mencapai sebuah keseimbangan. Artinya, semua pihak yang sepakat bisa mendapatkan keuntungan. "kepentingan yang dinegosiasikan ini spektrumnya bisa sangat luas. Bisa pilkada di daerah, posisi tertentu di BUMN atau lainnya. Negosiasi di panggung belakang inilah yang umumnya disebut lobi," paparnya.
Dodi menyebutkan, keputusan penggunaan hak angket didasarkan pada jumlah, apakah mayoritas anggota DPR ( separuh plus satu) menyepakati penggunaan itu. Dalam kasus angket Menkumham ini, bagaimana para penggagas meyakinkan pada pihak lain melalui lobi untuk menyepakati ini sangat sulit.
"Golkar pecah, PPP pecah. Sementara PAN, Demokrat tampaknya sudah menolak penggunaan hak angket itu. Akan makin sulit mencapai keseimbangan dalam lobi karena terlalu banyak kepentingan dan pihak yang menentang," tukasnya. Umumnya, pihak-pihak yang menentang atau tak sepakat, akan mengajukan tawaran yang sangat sulit dipenuhi ketika negosiasi di panggung belakang. "Golkar juga bukan partai pemerintah," tukasnya.
Yang harus diwaspadai lagi sebagai tantangan bagi kubu penggagas hak angket Menkumham adalah, pemerintah tidak akan tinggal diam dengan manuver atau lobi-lobi yang mereka lakukan. Pemerintah, melalui partai-partai mereka yang berada di DPR tentu juga akan melakukan lobi-lobi serupa untuk menggagalkan angket ini. Pemerintah tidak ingin direpotkan dengan hal-hal semacam ini. "Ini kan tampak dari sikap bebarapa partai oposisi pemerintah yang menolak angket ini. Belum lagi, persoalan angket ini sebenarnya hanya urusan Golkar dan PPP," tuturnya.
Tetap, bagaimana seminggu ke depan akan penting buat kelanjutan angket. Penting dan menarik pula untuk berusaha mencari apa yang sebenarnya terjadi di panggung belakang politik angket.
(hel/obs)