Jakarta, CNN Indonesia -- Pengacara mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, Heru Widodo, menyebut perusahaan vendor payment gateway justru dirugikan secara finansial karena mengikuti proyek tersebut.
"Kalau dibilang menguntungkan orang lain, setelah kami pelajari, ternyata dua vendor itu masih rugi," kata Heru di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (27/3).
Menurut Heru, sebenarnya pemasukan dari biaya transaksi Rp 5.000, yang dia klaim sah masih belum bisa menutupi dana yang diinvestasikan perusahaan untuk menjalankan proyek ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia tidak menjelaskan lebih jauh terkait materi kasus ini. Setelah menyampaikan itu, Heru langsung mendampingi kliennya masuk ke gedung Bareskrim.
Denny memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai tersangka sekitar pukul 13.45 WIB. Dia juga enggan menjelaskan terkait materi kasus yang menjeratnya.
"Nanti saja ya sama kuasa hukum saya, biar tidak sepotong-sepotong," ujarnya.
Denny kini sudah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan gelar perkara yang dilaksanakan Minggu (22/3). Dia dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP tentang Penyalahgunaan Wewenang. (Baca:
Kasus yang Menjerat Denny Indrayana Dinilai Penuh Rekayasa)
Dalam layanan Payment Gateway, wajib bayar dikenakan biaya tambahan sebesar Rp 5.000. Padahal Peraturan Menteri Keuangan tidak mengizinkan adanya pungutan tambahan untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB).
Oleh sebab itu, pada 11 Juli 2014, Kementerian Keuangan mengirim surat ke Kemenkumham untuk menghentikan program Payment Gateway itu. Atas dasar surat tersebut, Amir Syamsuddin yang saat itu menjabat Menkumham lalu menghentikan program itu.
Denny sendiri dilaporkan Andi Syamsul Bahri, Selasa (10/2). Dalam laporan bernomor LP/166/2015/Bareskrim itu, Denny dituduh melakukan korupsi dalam proyek layanan daring pembuatan paspor Payment Gateway di Kementerian Hukum dan HAM.
(obs)