Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Hukum dan HAM berencana mencarikan guru Bahasa Indonesia untuk memberikan pelatihan intensif bahasa kepada dua terpidana mati anak, Yusman Telaumbana dan Rasula Hia.
"Kami akan carikan guru Bahasa Indonesia agar Yusman dan Rasula bisa berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia," ujar Kepala Badan penelitian dan Pengembangan HAM, Mualimin Abdi kepada CNN Indonesia, Minggu (29/3).
Mualimin mengakui salah satu faktor yang mempengaruhi psikologis kedua anak tersebut adalah karena tidak bisa berbahasa Indonesia sementara bantuan dan dukungan terhadap mereka begitu besar mengalir.
Sejauh ini, Yusman dan Rasula berkomunikasi dengan pihak luar melalui penerjemah. Namun, Mualimin berpandangan komunikasi antara kedua anak tersebut dan pihak luar kurang efektif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Takutnya apa yang sebenarnya ingin disampaikan tidak sesuai dengan apa yang diberitahukan ke penerjemah," ujar Mualimin.
Baru-baru ini salah satu lembaga swadaya masyarakat, Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), mengunjungi Yusman dan Rasula di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Menurut Staf Divisi Pembelaan Hak Sipil dan Politik KontraS, Alex Argo Hernowo, kondisi kejiwaan kedua anak tersebut cukup memprihatinkan.
"Saat kami berkunjung kemarin, terlihat beberapa kali mereka membentur-benturkan kepalanya ke tembok dan meminta maaf. Apalagi saat mendengar akan ada eksekusi mati, kondisi psikologis mereka langsung terguncang," ujar Alex di kantor KontraS, Sabtu (28/3).
Yusman dan Rasula merupakan dua terpidana mati anak yang divonis Pengadilan Negeri Gunungsitoli, Nias, Sumatera Utara pada 21 Mei 2013. Keduanya didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Kolimarinus Zega, Jimmi Trio Girsang dan Rugun Halohu.
Namun, KontraS menelusuri kasus ini dan menemukan beberapa kejanggalan terhadap vonis pengadilan, salah satunya Yusman dan Rasula diketahui berumur di bawah 18 tahun saat kejadian dan persidangan berlangsung. Hal itu sesuai dengan akta baptis Yusman yang tertanggal 5 Agustus 1996.
"Kami telah mendatangi tetangga Yusman di Nias dan beberapa anak tetangga Yusman ternyata pernah dibaptis bersamaan dengan Yusman tahun 1996 lalu. Jadi, mereka (tetangga Yusman) sangat ingat betul kelahiran Yusman pada 1996," ujar Alex.
Sementara merujuk Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, orang yang belum berumur 18 tahun didefinisikan sebagai anak dan dalam Pasal 71 disebutkan pidana pokok untuk anak yakni pidana peringatan, pidana dengan syarat, pelatihan kerja, pembinaan dalam lembaga, dan penjara maksimal 10 tahun.
(utd)