Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah hakim Mahkamah Agung (MA) menggugat kewenangan Komisi Yudisial (KY) untuk turut menyeleksi hakim pengadilan negeri. Juru bicara MA sekaligus salah satu penggugat, Suhadi, menuturkan KY tak berwenang dalam menyeleksi hakim.
"Dasar gugatannya, setiap kementerian atau lembaga berwenang menyeleksi pegawai negeri atau tenaga sendiri," ujar Suhadi ketika dikonfirmasi CNN Indonesia, Selasa (31/3).
Dalam menyeleksi hakim MA merasa lebih berwenang, sedangkan KY adalah instansi lain yang bertugas mengawasi hakim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Semua Kementerian atau Lembaga seperti itu. Mereka mengajukan permohonan kuota tenaganya ke Menteri Pemberdayaan Aparatur Negera dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB). Kalau melibatkan KY, menyimpang dari itu," ujar Suhadi.
Para hakim agung menggugat keterlibatan KY yang termaktub dalam tiga undang-undang. Pasal yang digugat antara lain Pasal 14A ayat 2 dan ayat 3 UU Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum, Pasal 13A ayat 2 dan ayat 3 UU Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama, dan Pasal 14 Aayat 2 dan ayat 3 UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Pasal-pasal tersebut dianggap bertentangan dengan konstitusi yakni UUD 1945.
Gugatan telah dilayangkan beberapa waktu lalu. Merujuk laman Mahkamah Konstitusi (MK), apabila sesuai jadwal, lembaga penafsir undang-undang akan menggelar sidang perdana pada 15 April 2015 di Gedung MK, Jakarta.
Menanggapi gugatan itu, Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY Taufiqurrahman Syahuri justru mempertanyakan motif di balik uji materi tersebut. Pasalnya, saat ini MA dan KY tengah merumuskan peraturan bersama soal penyeleksian hakim pengadilan negeri untuk memperjelas mekanisme seleksi.
"Draf sudah dibuat tim teknis dari KY dan MA, tinggal ditandatangani oleh MA. Tapi kenapa justru undang-undangnya diuji?" ujar Taufiq kepada CNN Indonesia.
Selama ini, Taufiq berpendapat, tidak ada peraturan bersama mengakibatkan penerapan undang-undang tersendat. Dia justru berharap MA segera merampungkan peraturan bersama tersebut.
"Niat pembentuk UU saya kira semangat untuk melibatkan lebih dari satu lembaga dalam menyeleksi hakim agar lebih obyektif," katanya.
Dengan demikian, pembuat UU harus mempertahankan argumen tersebut di meja hijau.
"Yang membuat bukan KY tapi DPR bersama presiden dan itu pilihan hukum, politik hukum untuk UU. Pembentuk UU harus bekerja keras untuk membuktikan bahwa ketiganya konstitusional," tuturnya Taufiq.
Lebih jauh, Taufiq berpendapat tidak ada yang salah dengan keterlibatan KY dalam proses seleksi hakim. "Untuk hakim agung saja KY yang diberi tugas, mestinya hakim yang di bawah KY yang melakukan. Sehingga MA bisa fokus menangani putusan. Hal-hal yang terkait sumber daya manusia bisa diserahkan ke KY," ujarnya.
(rdk)