Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Agung (MA) dinilai tebang pilih dalam menangani putusan praperadilan yang mengakibatkan ketidakpastian hukum.
Lembaga kekuasaan kehakiman tersebut dituntut membentuk sebuah aturan agar menjadi pedoman dalam memutus gugatan praperadilan.
"Sekarang sudah saatnya MA mengeluarkan Peraturan MA yang memberikan solusi melalui
legal drafting, yang memperjelas status praperadilan dalam konteks penetapan tersangka. MA harus melakukan terapi hukum merespon pro dan kontra putusan praperadilan," ujar ahli hukum administrasi negara, Riawan Tjandra, dalam diskusi bertajuk Anomali Putusan Praperadilan dalam Pemberantasan Korupsi di bilangan Cikini, Jakarta, Senin (30/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Riawan, pro dan kontra mencuat pasca putusan kontroversial Hakim Sarpin Rizaldi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 16 Februari 2015 lalu.
Hakim Sarpin kala itu membatalkan penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Berbeda dengan Sarpin, Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto, Jawa Tengah, menolak gugatan praperadilan korupsi dana bantuan sosial pengembangan sapi betina Kementerian Pertanian di Desa Sumbang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Hakim Kristianto menganggap penetapan tersangka Mukti Ali, seorang pedagang sapi, sah sesuai prosedur hukum. Putusan tersebut divonis tak lama setelah Sarpin mengetuk palu. Alhasil, beragam pandangan menyeruak.
"Kewenangan penetapan tersangka (dalam praperadilan) sebaiknya dilarang," ujar Riawan.
Menurutnya, mengadili penetapan tersangka tak termaktub dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal 77 KUHAP secara limitatif hanya mengatur gugatan terhadap penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, penghentian penuntutan, dan ganti rugi. Dengan demikian, Hakim Sarpin tak memiliki mandat untuk memutusnya.
Sementera itu, pihaknya juga meminta MA untuk mengetatkan fungsi pengawasan pada hakim pemutus praperadilan. Hal senada diucapkan anggota Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBN) Fakultas Hukum Universitas Andalas Khairul Fahmi.
Sekarang sudah saatnya MA mengeluarkan Peraturan MA yang memberikan solusi melalui legal drafting, yang memperjelas status praperadilan dalam konteks penetapan tersangka.Ahli Hukum Administrasi Negara - Riawan Tjandra |
"MA perlu menggunakan fungsi pengawasannya untuk memastikan setiap hakim mematuhi hukum acara," ujarnya membacakan hasil eksaminasi para pakar terhadap putusan Hakim Sarpin.
Sejalan dengan hal tersebut, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TI Indonesia) Dadang Tri Sasongko mendesak komisi antirasuah mengadukan Hakim Sarpin ke Badan Pengawas MA.
"KPK harus melakukan pengaduan ke badan pengawas MA," ujar Dadang. Menurutnya, Sarpin telah menabrak kewenangan parlemen, pemerintah, dan Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan tersebut. Sarpin tak seharusnya menafsirkan UU karena hanya MK yang memiliki mandat tersebut.
"Putusan praperadilan sudah masuk perkara," ucapnya.
(meg)