Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Yudisial (KY) telah melayangkan surat panggilan kepada hakim tunggal pemutus gugatan praperadilan Komisaris Jenderal Budi Gunawan, Sarpin Rizaldi. Komisiner KY sekaligus anggota tim panel, Taufiqurrahman Syahuri meminta Sarpin untuk hadir salam pemeriksaan yang digelar Kamis (2/4).
"Surat sudah dilayangkan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pekan lalu. Kami juga sudah minta izin ke Kepala PN. Sarpin diperiksa tanggal 2 April di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta," ujar Taufiq kepada CNN Indonesia, Selasa (31/3). Pengadilan Tinggi dipilih menjadi lokasi pemeriksaan lantaran KY mendengar pernyataan bahwa Sarpin enggan hadir ke kantor KY.
"Kami yang mengalah, kalau kami memeriksa di luar Jawa, biasanya ke Pengadilan Tinggi (PT). Jadi dipilih PT," katanya. Ia menuturkan keterangan Sarpin dibutuhkan untuk melengkapi investigasi dugaan pelanggaran dalam putusan praperadilan jenderal polisi bintang tiga.
Apabila Sarpin mangkir, maka KY akan memberikan laporan akhir dan rekomendasi kepada Mahkamah Agung (MA) tanpa mendengar pembelaan dari Sarpin. Jika terbukti melanggar angka 8 dan 10 Kode Etik Pedoman dan Perilaku Hakim, maka KY akan memutuskan sanksi yang tepat diberikan untuk Sarpin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sanksi tersebut dapat meliputi sanksi ringan berupa teguran tertulis hingga saksi sedang non palu dan sanksi berat seperti pemecatan tidak hormat. Sederetan sanksi tersebut termaktub dalam Pasal 22 D UU Kekuasaan Kehakiman.
Sebelumnya, tim investigasi KY telah memeriksa sejumlah saksi di antaranya Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi selaku pihak pelapor, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Haswandi, pakar filsafat hukum Universitas Katholik Parahyangan Bernard Arief Sidharta, kuasa hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan kuasa hukum Komjen Budi Gunawan, Magdir Ismail.
Sarpin dilaporkan lantaran diduga tidak disiplin dan profesional. Ia dinilai melanggar wewenangnya memutus peradilan seperti termaktub dalam Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal tersebut tidak mencantumkan wewenang hakim untuk memutus keabsahan penetapan tersangka oleh lembaga penegak hukum.
(utd)