Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi mengklaim tidak menyalahi aturan dalam menetapkan bekas Menteri Agama Suryadharma Ali sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi penyelenggaraan haji 2010-2013.
Kepala Bagian Ligitasi Biro Hukum KPK, Nur Chusniah mengatakan, penetapan SDA sebagai tersangka mengacu pada dua alat bukti yang cukup dalam proses penyelidikan, sesuai Pasal 44 UU KPK.
"Kami bisa menganalisis kuitansi, keterangan saksi. Kemudian kami juga diperbolehkan menghitung kerugian keuangan (negara) sendiri dan diujinya ketika di persidangan (nanti)," ujar Nur usai sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (1/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Nur, analisis wajar dilakukan KPK untuk menemukan alat bukti yang kemudian dapat dibawa ke dalam gelar perkara.
"Tadi disebutkan ketika penyelidikan itu dalam UU KPK sudah disebut alat bukti. Kami lebih maju daripada KUHAP," ujar Nur.
Setelah mengumpulkan dua alat bukti yang cukup, KPK kemudian melakukan gelar perkara dan menaikkan proses penyelidikan ke tahap penyidikan, termasuk dalam perkara Suryadharma.
"Kami kan sekarang sudah penyidikan, nanti diteruskan analisis ini dan akan dikuatkan nanti," ujar Nur.
Di sisi lain, saksi ahli yang diajukan Suryadharma dalam persidangan menyatakan KPK tidak bisa menetapkan tersangka berdasar pada hasil penyelidikan, terlebih hasil penyelidikan tersebut berasal dari analisis perhitungan penyelidik KPK dalam menentukan kerugian negara.
"Fakta persidangan menunjukkan dasar menentukan kerugian keuangan negara itu bukan dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), tetapi dari hitung-hitungannya sendiri. Itu namanya membuat bukti, sementara penyelidik hanya boleh mencari dan mengumpulkan bukti," ujar Chairul saat dikonfirmasi usai persidangan.
Seperti diketahui, KPK menetapkan Suryadharma sebagai tersangka pada 22 Mei 2014 melalui Surat Perintah Penyidikan No. Sprin.Dik 27/01/05/2014. (Baca:
Pengacara SDA Ajukan 170 Bukti dalam Praperadilan Melawan KPK)
Berdasar Sprindik tersebut, KPK mengklaim Suryadharma melakukan penyalahgunaan wewenang sebagai penyelenggara negara dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012-2013 sehingga diindikasikan mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 3 miliar.
Namun, pada 24 Desember 2014 KPK kembali mengeluarkan Sprindik baru bernomor 27A/01/12/2014 yang memperluas dugaan tindak pidana korupsi Suryadharma dalam penyelenggaraan ibadah haji dari tahun 2010-2013 dengan indikasi kerugian negara sekitar Rp 1,8 triliun. (
Baca: Pengacara SDA: KPK Juga Nikmati Jatah Kuota Bebas Haji)
Bekas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu disangka melanggar pasal pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana juncto pasal 65 KUHPidana.
(meg)