Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Human Resource Development PT Media Karya Sentosa (MKS) sekaligus terdakwa suap gas alam Bangkalan, Antonius Bambang Djatmiko, bakal dituntut jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Senin (6/4). Sedianya, sidang digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta, pukul 10.00 WIB. Namun, hingga saat ini belum tampak majelis, jaksa, dan pihak terdakwa di ruang sidang.
Bambang didakwa menyuap bekas Bupati Bangkalan Fuad Amin Imron. Dalam sidang sebelumnya, ia mengaku menyerahkan duit miliaran rupiah untuk Fuad sejak tahun 2009 hingga 2014. Duit diberikan untuk memuluskan pembelian gas alam di Blok Poleng, Bangkalan, Madura.
Mulanya, Bambang menyerahkan duit sebanyak Rp 50 juta tiap bulan secara tunai. Duit diberikan sejak medio 2009 hingga Juni 2011. Setelah itu, nominal duit pelicin melonjak empat kali lipat menjadi Rp 200 juta. "Rp 200 juta mulai Juli 2011 sampai akhir Desember 2013," ujar Bambang saat dirinya diadili di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/3).
Tak berhenti di situ, lonjakan duit suap kembali terjadi menjadi Rp 700 juta mulai Januari 2014 hingga November 2014. Duit seluruhnya merupakan alokasi "pemulus" dari PT MKS. Namun, pada tahun lalu, Fuad memberikan ucapan terima kasih pada Bambang senilai Rp 100 juta tiap bulan dari duit suap tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pak Fuad beri saya sebagai tanda terima kasih Rp 100 juta. Saya simpan," ujar Bambang. Alhasil, saban empat minggu dirinya hanya mengirimkan duit sebanyak Rp 600 juta.
Selama lima tahun, duit diberikan melalui beragam cara. "Biasanya beliau (Fuad Amin) telepon saat akhir bulan dia minta kirim ke si A. Kalau uang sudah siap, awal bulan saya kirim. Uang dikirim melalui Eko Prasetyo, Zainal Abidin Zain, Mudarmadi, ya kira-kira itu," katanya. Sederetan nama tersebut merupakan kerabat dan anak buah Fuad Amin. Selain melalui transfer, duit suap juga diserahkan langsung di sejumlah tempat, antara lain rumah milik Fuad Amin di bilangan Cipinang Cempedak, Jakarta Timur.
"Perjanjian gas selesai Desember 2013. Beliau (Fuad Amin) sempet bilang kalau bisa dinaikkkan," ujarnya. Atas permintaan tersebut, PT MKS pun berkoordinasi untuk menaikkan nominal suap tersebut.
Merujuk berkas dakwaan, duit diberikan sebagai "upah" Fuad membantu Bambang dan perusahaannya dalam pembelian gas alam. Sebelumnya, PT MKS mengajukan permohonan alokasi gas bumi di Blok Poleng, Bangkalan. Pada saat yang bersamaan, Perusahaan Daerah Sumber Daya (PD SD) juga menginginkan hal yang sama.
Kemudian, Bambang melobi Fuad agar PT MKS dapat membeli gas bumi dari PT Pertamina EP di Blok Poleng Bangkalan. Fuad Amin pun sepakat untuk membantu. Selain itu, Fuad juga memberikan dukungan PT MKS kepada Kodeco Energy, Co Ltd terkait permintaan penyaluran gas alam ke Gili Timur. Untuk merealisasikan permohonan tersebut, baik PT MKS maupun PD SD sepakat membuat nota perjanjian. Akhirnya, PT MKS dan PD SD menandatangani surat perjanjian konsorsium pemasangan pipa gas alam.
Tak lama berselang, BP Migas menunjuk PT EP sebagai penjual gas kepada PT MKS. Pada tanggal 5 September 2007, PT Pertamina EP dan MKS menandatangani Perjanjian tentang Jual Beli Gas Alam untuk Pembangkit Listrik di Gresik dan Gili Timur, Madura. Pada praktiknya, pengerjaan proyek PT MKS dan PD SD tidak pernah dilangsungkan. Kendati pengerjaan proyek pembangunan pipa gas alam tak pernah berlangsung, PT MKS tetap menyerahkan duit panas ke PD SD dan Fuad Amin Imron.
Atas tindak pidana tersebut, Bambang didakwa melanggar Pasal 5 Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Ia diancam lima tahun bui.
(utd)