Jakarta, CNN Indonesia -- Meski latihan militer Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) di Poso, Sulawesi Tengah sudah berakhir, namun masih ada satu batalyon personel TNI yang akan tetap berada di sana. Pasukan gabungan ini menurut Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Fuad Basya tengah menggelar operasi teritorial.
"Latihan teritorial ini untuk memperbaiki kesejahteran masyarakat, langkah ini diharapkan bisa membuat masyarakat di daerah tahu bahwa pemerintah pusat beritikad baik," kata Fuad kepada CNN Indonesia, Senin (6/4).
Beberapa kegiatan yang akan dilakukan dalam operasi ini adalah bedah rumah tak layak, perbaikan rumah ibadah, pengobatan massal hingga pemberantasan buta huruf. Satu batalyon personel gabungan ini menurut Fuad akan membantu personel yang ada di Poso selama ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fuad membantah jika satu batalyon personel gabungan itu ditinggal untuk mengejar kelompok teroris Santoso. Pengejaran menurutnya adalah tugas Polri. Namun TNI menurutnya siap jika memang Polri membutuhkan bantuan mengejar kelompok teror. (Lihat fokus:
Akhir Perlawanan Daeng Koro)
"Yang terdepan polisi, jika polisi membutuhkan bisa dipakai," katanya.
PPRC menurut Fuad diadakan di Poso dengan melibatkan 3.222 personel TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut hingga Angkatan Udara. Pasukann PPRC adalah pasukan yang siap diterjunkan di seluruh wilayah Indonesia.
Oleh karena itu latihan dilakukan yang punya medan sulit. Sebelumnya di Poso, latihan serupa juga pernah dilakukan di Aceh, Jawa Timur, hingga Natuna.
Pemilihan Poso diharapkan punya efek lain yakni kelompok teroris Santoso yang selama ini berbasis di Poso mau turun gunung dan menyerah. "Kami tidak berharap mereka kembali ke hutan, bersama-sama membangun negara, kalu ada yang kurang dari pemerintah silakan dikritisi," kata Fuad. Salah satu sasaran serangan TNI dalam latihan militer ini adalah Gunung Biru, lokasi yang selama ini diduga jadi tempat persembunyian Santoso dan kelompoknya. (Baca juga:
Saat Densus & Daeng Koro Baku Tembak, TNI Kepung Gunung Biru)
Bersamaan dengan latihan militer ini, Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menembak mati pentolan teroris Daeng Koro. Bekas TNI Angkatan Darat ini dinilai adalah sosok penting dalam kelompok Santoso yang dikenal juga Mujahidin Indonesia Timur.
Tewasnya Daeng Koro menurut Fuad hanya kebetulan berbarengan dengan latihan militer ini. "Kebetulan mungkin dampak latihan yang kami gelar, bisa saja terjadi karena kami pakai peluru tajam, bisa jadi mereka turun ke tengah warga," kata Fuad.
Warga yang kemudian melaporkan keberadaan orang-orang yang dicurigai itu kepada petugas. Informasi dari warga ini yang membantu petugas menyergap kelompok teroris.
Selain Daeng Koro yang tewas Jumat lalu, teroris lain yang ditembak mati adalah Imam alias Farid alias Imam Bima.
(Baca juga: Daeng dan Santoso: Duet Teroris Paling Berbahaya di RI) (sur)