Berbelit, Saksi Suap Sentul City Diancam Pasal Sumpah Palsu

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Rabu, 08 Apr 2015 18:56 WIB
Hakim Pengadilan Tipikor mengancam dua orang saksi dengan pasal sumpah palsu lantaran kerap mengubah kesaksian dalam sidang kasus ruislag hutan.
Gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (19/9). CNN Indonesia/Adhi Wicaksono.
Jakarta, CNN Indonesia -- Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi  (Tipikor) Sutiyo Jumagi Akhirno mengancam para saksi dengan pasal sumpah palsu. Dua saksi yang hadir untuk terdakwa kasus suap ruislag hutan Bogor Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng, dinilai berbelit dan kerap kali mengganti kesaksian.

"Saudara sudah disumpah, kalau berbohong, bisa diancam sumpah palsu. Nanti jaksa bisa mengenakan pasal itu," ujar Hakim Ketua Sutiyo di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (8/4).

Pidana sumpah palsu tertuang dalam Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal tersebut menyebutkan siapa pun saat memberi keterangan di atas sumpah dan dengan sengaja memberi keterangan palsu dapat diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika keterangan palsu merugikan terdakwa, orang tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Saat itu, hakim menegur saksi Lusiana Herdin, anak buah Swie Teng.

Lusiana berbelit ketika jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan majelis hakim menanyakan soal simulasi tanya jawab pemeriksaan di KPK yang diarahkan oleh Swie Teng untuk menggagalkan penyidikan perantara suap, Yohan Yap.

Saat itu, Lusi menarik kembali ucapannya sesuai Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Dia mengaku tak mengoreksi BAP sebelum menekennya.

"Saya perbaharui, bukan Pak Cahyadi tapi Bunda (Suryani Zairin) yang menyuruh (untuk tidak menyebut nama Swie Teng dalam pemeriksaan KPK). Saya sudah capek dan tidak mengoreksi BAP sebelum meneken," kata Lusi saat bersaksi di Pengadilan Tipikor.

Suryani adalah anak buah Swie Teng, yang belakangan disebut-sebut mengarahkan kesaksian. Tak hanya sekali, Lusi juga beberapa kali memperbaiki BAP dalam persidangan.

Kedua kalinya ketika jaksa menanyakan ihwal kepemilikan PT Brilliant Perdana Sakti (PT BPS). Mulanya, Lusi mengatakan BPS milik adik Swie Teng, Haryadi Kumala. Namun dia memperbaiki saat sidang. "Pemiliknya Pak Cahyadi," tuturnya.

Lusi juga menyangkal berita acara yang menyebutkan dirinya telah berbohong dan mengaku diperintah Swie Teng untuk tak menyebut nama bosnya tersebut. "Saya tidak mau terkait kasus," katanya ketika ditanya alasannya berbohong.

Saksi lain juga mengatakan hal serupa. Direktur "abal-abal" PT BPS Suwito menyangkal tudingan Swie Teng telah mengarahkan kesaksiannya saat pemeriksaan.

Proses pengarahan dilakukan saat simulasi di kantor pengacara MRP Grand Wijaya Center, Jakarta Selatan, pada tanggal 1 Juni 2014. Saat pertemuan, hadir pula anak buah Swie teng lainnya, Tina Sugiro dan Lusiana Herdin.

"Bukan Pak Cahyadi yang mengarahkan, tapi banyak bunda yang mengarahkan," ujar Suwito mengklarifikasi.

Tak puas dengan jawaban tersebut, hakim Sutiyo bertanya soal penyamaran duit suap melalui perusahaan PT BPS dengan PT Multihouse Indonesia. Dalam BAP, Suwito mengaku tahu ada perjanjian palsu namun dia justru menepis ucapannya sendiri saat sidang.

"Saya tidak merasa mengatakan seperti itu, saya rasa itu pengembangan penyidik saja. Kan lama proses penyidikan jadi saya capek," kata Suwito.

Merujuk berkas dakwaan, Swie Teng didakwa menghalangi dan merintangi penyidikan perantara suap, Yohan Yap. Swie Teng tak ingin namanya terseret dalam kasus suap pada Bupati Bogor Rachmat Yasin senilai Rp 5 miliar.

Swie Teng juga didakwa memerintahkan pengacaranya, Tantawi Jauhari Nasution, untuk menyuruh Jo Shien Ni alias Nini menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah antara PT Briliant Perdana Sakti (PT BPS) dan PT Multihouse Indonesia (PT MI) sebesar Rp 4 miliar.

Perjanjian tersebut digunakan sebagai modus untuk menutupi bukti aliran duit suap. PT BPS melakukan kongkalikong dengan PT MI yang dipimpin oleh istri Yohan. Yohan Yap sudah lebih dulu divonis satu tahun enam bulan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung. Dalam perkara tersebut, Yohan hanya menjadi perantara dalam kasus ini.

Atas tindak pidana tersebut, Swie Teng dijerat Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER