Didik Purnomo Berkeras Tak Terlibat Korupsi Simulator SIM

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Kamis, 09 Apr 2015 21:13 WIB
Kuasa hukum Didik berkeras jika kliennya tidak bersalah karena Didik dianggap hanya melakukan perintah atasannya saat itu Djoko Susilo.
Terdakwa kasus dugaan korupsi simulator surat izin mengemudi yang juga mantan Wakil Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri Brigjen Pol. Didik Purnomo menjalani sidang pembacaan pembelaan (Pledoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (30/3). Didik Purnomo yang sebelumnya dituntut hukuman 7 tahun penjara itu dalam nota pembelaannya menyatakan dirinya telah dikriminalisasi KPK. (Antara Foto/Reno Esnir)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa hukum terdakwa korupsi simulator Surat Izin Mengemudi (SIM) Brigadir Jenderal Didik Purnomo, Harry Ponto, ngotot kliennya tak terlibat korupsi proyek yang nilainya mencapai Rp 200 miliar. Menurut Harry, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah salah merumuskan berkas tuntutan.

"Tidak ada seorang pun saksi yang menyatakan terdakwa (Didik) terlibat melakukan perbuatan melawan hukum dalam proyek pengadaan simularor SIM tahun 2011," ujar Harry Ponto membacakan duplik dari penasihat hukum saat sidang di Pengadilan Tipikor, Kamis (9/4). Mereka bersikeras Didik tak tahu-menahu ihwal proyek tersebut.

"Didik tidak terlibat dalam rapat-rapat yang dipimpin oleh Djoko Susilo, mengenai perencanaan, penentuan pemenang lelang, bahkan pencairan dana proyek," tuturnya. Ia menuding aktor intelektual korupsi yakni bos Didik, Djoko Susilo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Korps Lalu Lintas Polri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami mohon rekan jaksa dapat mendengarkan kembali transkrip keterangan saksi di persidangan," ucapnya. Pasalnya, saksi yang menguatkan tudingan Didik mengetahui korupsi hanyalah Ketua Panitia Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan. Saat sidang, Teddy menuturkan Didik seharusnya tahu pengadaan simulator SIM akan dikerjakan Budi Santoso, Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi, sesuai arahan Djoko Susilo.

"Keterangan tersebut hanya asumsi dari saksi Teddy," ujarnya. Harry menilai, keterangan tersebut tak dapat menjadi dasar perbuatan kliennya dikategorikan sebagai pelanggaran pidana.

Namun, dalam berkas dakwaan, Didik dinilai lalai dengan tak menyelesaikan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang seharusnya dibuat PPK. Alih-alih demikian, HPS justru dibuat oleh pihak rekanan, Sukotjo Bambang sesuai instruksi Budi dan Djoko, yang menyebabkan penggelembungan anggaran. Selain itu, Didik dianggap mengetahui proses pencairan dana proyek yang dilakukan beberapa bulan sebelum proyek rampung seluruhnya.

Penggelembungan menyebabkan negara merugi Rp 121,83 miliar. Didik didakwa menikmati duit panas senilai Rp 50 juta dan memperkaya orang lain yakni Djoko Susilo sebesar Rp 32 miliar, serta  Budi Santoso sebesar Rp 93,381 miliar. Selain itu, pihak lain yang diindikasikan menerima duit panas yaitu Sukotjo Bambang sebesar Rp 3,9 miliar, dan Bagian Keuangan Mabes Polri Darsian senilai Rp 50 juta.

"Saksi Sukotjo Sastonegoro Bambang mengetahui pemberian uang Rp 50 juta kepada terdakwa (Didik), yang didukung dan saling bersesuaian dengan saksi Vivi," kata jaksa KMS A Roni merujuk berkas replik atau tanggapan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (2/4). Terlebih, Didik juga menerima kue Brownies Amanda dan chees roll dari Sukotjo selaku Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia, pada 25 Maret 2011.

Didik dituntut pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, jaksa meminta Didik membayar uang pengganti sebesar Rp 50 juta.

Atas tindak pidana tersebut, Didik dijerat Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. (pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER