Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Pimpinan Pusat Pro Jokowi atau yang biasa dikenal dengan Projo telah mengantongi 14 nama menteri yang akand di-reshuffle. Ketua Bidang Kaderisasi Partai Golkar kubu Agung Laksono, Agun Gunanjar Sudarsan, mengatakan partainya tak akan mengajukan kandidat calon menteri kepada Presiden Joko Widodo meskipun Golkar memastikan bergabung dengan koalisi pemerintah.
Menurut Agun, Golkar tak akan menyiapkan kader partai beringin untuk wacana pergantian menteri. "Golkar tidak akan mengambil sikap apapun. Kalau memang reshuffle yang terbaik, itu menjadi hak prerogatif Presiden sepenuhnya," ujar Agun kepada CNN Indonesia, Ahad (12/4).
Agun menuturkan, Golkar kini tengah gencar melakukan konsolidasi internal, terutama menghadapi pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tahun ini. Sehingga hal-hal di luar konsolidasi, termasuk isu reshuffle, tidak masuk dalam pembahasan di internal partai. "Kami mendengar reshuffle justru dari media, kami tidak akan ada pembahasan soal itu," kata Agun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, Golkar kubu Agung Laksono telah mendeklarasikan diri sebagai partai pendukung pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, setelah sebelumnya partai itu tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) saat masih di bawah pimpinan Aburizal Bakrie (Ical). Hingga kini konflik di tubuh partai beringin memang belum tuntas karena masih menunggu sejumlah keputusan pengadilan.
DPP Projo telah memiliki 14 nama menteri yang disebut bakal diganti karena kinerjanya di bawah standar, bahkan dianggap tak sesuai dengan Nawa Cita serta Trisakti yang menjadi ruh pemerintahan Jokowi-JK. Daftar nama menteri itu akan diserahkan kepada Jokowi untuk dilakukan pergantian pada semester II tahun 2015.
"Mungkin kami berikan saat setahun pemerintahan berjalan nanti," kata Ketua DPP Projo, Sunggul Hamonangan Sirait di Jakarta, Sabtu.
Sunggul tak menyebut secara gamblang nama-nama menteri yang bakal diganti. Namun secara tersirat dia menyebut bahwa sejumlah nama telah muncul di publik setelah pernyataan dan kinerjanya menimbulkan reaksi negatif dari publik.
Kabinet Kerja Jokowi dilantik pada awal Oktober 2014. Beberapa nama menteri yang akhirnya ditunjuk Jokowi menjadi pembantunya memang menuai reaksi dari publik. Apalagi menurut survei, popularitas Jokowi-JK mulai turun lantaran ketidakpuasan masyarakat tehradap sejumlah program pemerintah.
Dalam survei yang dilakukan Indo Barometer pada 15-25 Maret 2015 terungkap, tingkat kepuasan masyarakat atas kinerja Jokowi 57,5 persen, sedangkan tingkat kepuasan terhadap kinerja JK 53,5 persen.
Berdasarkan survei itu, ada tiga persoalan penting di Indonesia yang harus dituntaskan yaitu masalah ekonomi secara umum sebesar 21,6 persen; mahalnya harga kebutuhan pokok 19,6 persen; dan penuntasan korupsi 14,6 persen.
(rdk)