Ada Pengusaha Spesialis APBD di Balik Bandit Politik

Gilang Fauzi | CNN Indonesia
Minggu, 12 Apr 2015 12:49 WIB
Kandidat calon kepala daerah biasanya akan membuat kesepakatan yang mengharuskan mereka memenuhi janji bila terpilih.
Ilustrasi. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia Coruption Watch (ICW) memberi sinyal peringatan jelang pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak yang akan digelar serentak akhir tahun ini. Berdasarkan hasil kajian dan monitoring ICW selama ini, pilkada merupakan ajang para bandit politik mendulang uang.

Menurut Deputi Koordinator ICW Ade Irawan, pilkada merupakan angin segar bagi para bandit politik untuk mempermainkan sirkulasi uang di lapangan. Titik paling rawan yang menjadi ladang korupsi adalah jual-beli nominasi kandidat kepala daerah.

"Partai politik biasanya akan menawarkan diri menjadi 'perahu' untuk mencari 'mahar'," ujar Ade di Jakarta, Ahad (12/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah mendapat "tumpangan", kandidat kepala daerah terlebih dulu akan bersaing dengan calon lain di internal partai sebelum berkompetisi dalam bursa pencalonan kepala daerah. Dengan kata lain, ujar Ade, kandidat sejak awal sudah dipaksa mencari biaya untuk mendongkrak popularitas.

Apabila kandidat mendapat restu dari partai untuk maju dalam pilkada, kandidat biasanya akan diikat oleh kesepakatan yang mengharuskan calon kepala daerah memenuhi janji permintaan tertentu sekiranya dia terpilih dalam pilkada.

"Artinya, kebanyakan lelang kandidat ini bukan lagi jual-beli putus. Pasti selalu ada kelanjutannya," ujar Ade.

Untuk membiayai duit kampanye, kandidat mau tak mau harus punya cara mendulang modal. Kebanyakan kepala daerah mengaku memodali biaya kampanye dengan menggunakan uang dari kantong sendiri.

Namun berdasarkan hasil investigasi ICW, kata Ade, biaya politik untuk mendongkrak popularitas dalam kampanye tidaklah murah. Kepala daerah biasanya mengandalkan duit dari hasil sumbangan pihak lain.

"Penyumbang terbesar adalah perusahaan yang punya kepentingan dengan kemenangan mereka. Mereka biasanya tak ingin namanya tercatat dalam daftar penyumbang," kata Ade.

Ade mengatakan, pengusaha atau pihak swasta berani mengeluarkan sumbangan lebih dari batas maksimum karena punya kepentingan agar proyek mereka diloloskan atau dibantu oleh kandidat kepala daerah yang mereka usung. "Tapi ada yang lebih mengerikan dari itu. Di ICW, kami kategorikan mereka sebagai penguasaha spesialis APBD," ujar Ade.

Pengusaha jenis itu tidak hanya memberikan andil dalam bentuk sumbangan. Mereka biasanya memberanikan diri berperan sebagai tim sukses, juru kampanye, sekaligus konsultan politik. Menurut Ade, pengusaha spesialis APBD rela mengerahkan dana habis-habisan karena bakal turut andil dalam perumusan dan pemilahan proyek yang dianggarkan APBD.

"Para pengusaha jenis ini akan memperjuangkan mati-matian agar kandidatnya menang. Sebab jika patron mereka kalah, uang yang mereka kerahkan pun akan sirna," ujar Ade. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER